"Syarat-Syarat Peminangan dalam Islam"
Sebagian besar Ulama tidak
menghukumi wajib terhadap peminangan, akan tetapi di dalam peminangan
mengandung suatu akad (perjanjian) antara pihak calon mempelai laki-laki dan
pihak calon mempelai perempuan, sehingga dalam melakukan peminangan harus
melalui syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh syariat. Fiqh Islam telah
menjelaskan mengenai syarat-syarat sahnya peminangan, yaitu:
1. Syarat
Lazimiah. [1]
1) Perempuan
yang akan dipinang tidak termasuk mahram
dari laki-laki yang meminangnya, baik mahram nasab, mahram mushaharah, maupun mahram radla’ah (sepersusuan).
2) Perempuan
yang akan dipinang belum dipinang oleh laki-laki lain, kecuali laki-laki yang
telah meminangnya telah melepaskan hak pinangannya atau memberikan izin untuk
dipinang oleh orang lain.
3) Perempuan
yang akan dipinang tidak dalam keadaan ‘iddah.
Selain syarat yang
ketiga ini masih ada beberapa ketentuan, yaitu: a) Perempuan yang dalam keadaan
iddah raj’i, tidak boleh dipinang karena
yang berhak merujuknya adalah bekas suaminya. b) Perempuan yang berada dalam
masa iddah wafat boleh dipinang tetapi dengan sindiran. c) Perempuan dalam masa
iddah bain sughra boleh dipinang oleh
bekas suaminya. d) Perempuan dalam masa iddah
bain kubra boleh dipinang oleh bekas suaminya, setelah perempuan itu kawin
dengan laki-laki lain, didukhul dan diceraikan. [2]
2. Syarat
Mustahsinah
Maksud dari
syarat mustahsinah disini adalah syarat tambahan yang apabila dipenuhi akan
mendapat kebaikan dari perbuatan yang disyaratkan. Syarat mustahsinah tidak
harus dipenuhi dalam peminangan, tetapi lebih bersifat anjuran kepada seorang
laki-laki yang akan meminang seorang perempuan, agar rumah tangga yang akan
dibangunnya berjalan dengan sebaik-baiknya.
Termasuk
dalam syarat-syarat mustahsinah antara lain:
1) Sejodoh (kafa’ah)
2) Subur dan mempunyai kasih sayang
3) Masing-masing pihak hendaknya mengetahui
keadaan jasmani dan budi pekerti dari keduanya, sehingga tidak timbul
penyesalan di kemudian hari. [3]
[1]Syarat Lazimiah adalah syarat yang
wajib dipenuhi sebelum peminangan dilakukan. Apabila syarat ini dilanggar maka
dapat mengakibatkan batalnya khitbah yang telah dilakukan. Lihat: Hady Mufaat,
h. 33.
[2]Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Cet. III, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1998), h. 65.
[3]Hady Mufaat, h. 33-34.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar