Gambar: Benda-Benda Adat Modutu Gorontalo |
1.
Prosesi Adat Modutu
Prosesi adat modutu adalah
suatu rangkaian prosesi adat perkawinan suku Gorontalo, di mana keluarga calon
pengantin pria mengantar mahar perkawinan kepada calon pengantin wanita.
Keluarga pengantin pria akan membawa mahar yang telah disepakati sebelumnya pada
saat prosesi adat tolobalango (peminangan). Bersama mahar itu juga terdapat
sejumlah harta lainnya, biasanya segala kebutuhan pengantin wanita berupa
busana, perhiasan, kosmetik hingga pakaian dalam. Selain itu juga keluarga
calon pengantin pria akan membawa bermacam-macam buah-buahan, bumbu-bumbu,
hingga beras. [1]
Pelaksanaan modutu
merupakan tahapan keenam dalam aspek adat perkawinan secara adat Gorontalo
pelaksanaannya merupakan forum formil, yang disamping dihadiri oleh pemangku
adat dan keluarga, juga turut dihadiri oleh unsur pemerintah yang ikut
menyaksikan penyerahan hantara adat harta perkawinan beserta biayanya. Acara
ini lazimnya dilaksanakan beberapa hari sebelum pelaksanaan akad nikah, dan
apabila dilaksanakan bersamaan dengan hari aqad nikah maka acara ini diadakan
pada pagi hari (beberapa jam sebelum akad nikah). Pelaksananya adalah para
pemangku adat utusan saat peminangan ditambah personil pembawa wadah seberapa
yang diperlukan sesuai dengan jumlah wadah yang akan dibawa dan personil pembawa
tinilo kola-kola, apabila pohu-phutu atau pohu-pohuli. [2]
Tabel 1
Perincian Tonelo
No
|
Jenis
|
Nilai
|
||
Dahulu
|
Seminar
1984
|
Sekarang
|
||
1
|
Tonggu
|
f.
25,00
|
Rp.
160,00
|
Rp. 25.000
|
2
|
Kati
|
f.
10,00
|
Rp.
100,00
|
Rp. 10.000
|
3
|
Tonelo/Maharu
|
f.
100,00
|
Rp.
250,00
|
Rp. 500.000
|
4
|
Tawu
Wopato
|
f.
25,00
|
Rp.
25,00
|
Rp. 25.000
|
5
|
Tutu
Lo Pilodulu
|
f.
25,00
|
Rp.
25,00
|
Rp.
25.000
|
6
|
Bulua
Lo U Monu
|
f.
25,00
|
Rp.
25,00
|
Rp.
25.000
|
7
|
Bunggato
|
f.
25,00
|
Rp.
25,00
|
Rp.
25.000
|
8
|
Lualo
|
f.
25,00
|
Rp.
25,00
|
Rp.
25.000
|
9
|
Hei Lo
Anguluwa
|
f. 10,00
|
Rp.
160,00
|
Rp. 10.000
|
10
|
Dudelo
(wopato kati)
|
f.
0,40
|
Rp.
40,00
|
Rp. 400
|
11
|
Wulo
Lo O’ato (sasuka)
|
f.
1,60
|
Rp.
160,00
|
Rp.
1.600
|
Tilolo
(saleyali)
|
-
|
Rp.
995,00
|
Rp.
671.000
|
Catatan: [3]
a.
Tawu wopato Rp. 500.000,- (untuk olongia)
b.
Tawu totolu Rp. 375.000,- (untuk huhuhu, wuleya
lolipu, dan wali-wali)
c.
Pos adat lainnya yang diperlakukan pada
tahapan-tahapan selanjutnya:
1)
Saat akad nikah, baiat wopato kati =
Rp. 10.000,- wali, tawu tuwawu = Rp. 25.00,-, du’a motaluwa
(ditanggung kedua belah pihak) sesuai kesepakatan.
2)
Adat malam (mopotuluhu), dehu lo
kulambu, pate lo tohe, wo’opo (dupito), wu ‘adu ta’ato, nilainya
masing-masing sasuku = empat suku = dahulu 4 x f. 0,40, sekarang sama
dengan 4 x Rp. 400 = Rp. 1.600.
d.
Untuk menjaga turunnya nilai mata uang rupiah,
maka ketetapan mahar tawu tuwawu disesuaikan dengan harga satu gram emas
sesuai dengan pasaran yang berlaku
Pos adat/perlengkapan dan
isinya untuk orang kebanyakan atau yang dilaksanakan secara umum oleh
masyarakat adat Gorontalo: [4]
a.
Tonggu, tawu tuwawu f.
25,- terisi di tapalu penutup segitiga
b.
Kati, dulo kati f.
5,- terisi di tapalu penutup
segitiga
c.
Maharu tawu duluwo f. 50,- terisi di tapalu
penutup segi empat
d.
Tutu lo polidulu
tawu tuwawu f. 25,- terisi pada pomama diletakkan
dibelakang mahar
e.
Buluwa lo’u monu
tawu tuwawu f. 25,- terisi pada pomama diletakkan
dibelakang mahar
f.
Bunggalo, tawu tuwawu f. 25,- diserahkan pada
akad nikah
g.
Lowalo, tawu tuwawu f. 25,- diserahkan pada
akad nikah
h.
Heyi lo hupeto, tawu
tuwewu f.
25,- diserahkan pada akad nikah
i.
Dudelo dulo kati f. 5,- diserahkan
pada akad nikah
j.
Wulo lo o’ato, sasuku f. 0,40,- diserahkan di rumah pengantin pria
saat
dibawa
k.
Tilolo Saleyali f.1,60,- diserahkan di rumah pengantin pria
saat di bawa
1 buah tapahula berisi bedak tradisional dan
harum-haruman, 1 buah tapahula berisi kosmetik dan perlengkapan mandi, 1 batu
kikis dan pedupaan, 3 buah pomama berisi sirih, pinang dan uang, Pinang,
gambir, sirih, dan tembakau masing-masing 2 baki, Buah-buahan inti, jeruk bali,
nenas, tebu, nangka, dan tunas kelapa serta buah-buahan tambahan masing-masing
2 baki (tidak mutlak) boleh ada, juga boleh tidak ada sesuai kesepakatan, 1
buah payung adat untuk memayungi tonggu.
Pos adat dan bahan
tersebut di atas dibawa kenderaan atau jalan kaki bila rumah keluarga calon
mempelai wanita dekat. Di rumah calon mempelai wanita disiapkan alas sepanjang
yang diperlukan. Pelaksanaan hantaran adat harta pernikahan dapat dikategorikan
tiga tingkatan sebagai berikut: [5]
a.
Secara biasa untuk orang kebanyakan
sebagaimana telah di uraikan diatas.
b.
Secara adat pohu-pohuli maupun pohu-pohuto
untuk wali-wali, camat dan wedana. Pos adat sama dengan untuk orang kebanyakan
hanya bahan/ buah-buahan bertambah satu baki, sehingga menjadi tiga baki setiap
jenis dari pomama serta tapahula bertambah satu buah. Sedang dirumah keluarga
calon mempelai wanita alas kain warna adat dan personilnya harus menggambarkan ulipu
(kati dan dudelo tolo kati f. 7,50,- dan maharu tawu
totolu, f. 75,-) disesuaikan dengan perincian dengan tonelo diatas.
c.
Secara adat pohu-pohuto/pongo-pongoabu
untuk olongia maupun penyandang pulanga kehormatan, pos adat sama dengan
kategori kedua hanya kati menjadi empat kati f. 10,- maharu menjadi tawu
wopato f. 100,- dan dudelo menjadi empat kati f. 10,- dan bahan/buah-buahan
bertambah satu baki menjadi empat baki setiap jenis dari pomama, serta tapahula
bertambah satu buah, kain alasnya warna adat dan personilnya menggambarkan ulipu
limo lopohala’a.
Arak-arakan antaran harta
dari calon pengantin pria itu akan di bawa ke rumah calon pengantin wanita
dengan kendaraan yang telah dihiasi dengan janur kuning, diiringi pukulan
rebana dan lagu-lagu tradisional Gorontalo berisi pantun, doa dan harapan
kebahagian dalam berumah tangga nantinya. Kendaraan yang membawa hantaran ini
diikuti oleh iring-iringan kendaraan yang mengangkut keluarga besar calon
pengantin pria.
Di rumah calon pengantin
wanita, telah bersiap menyambut kedatangan tamu, sejumlah kerabat dan keluarga
besar calon pengantin wanita. Makanan yang manis-manis telah disiapkan untuk
menjamu tamu yang datang. Calon mempelai wanita pun telah didandani untuk
dipamerkan kepada keluarga besar calon mempelai pria. Dalam acara ini calon
mempelai pria tidak ikut datang ke rumah calon mempelai wanita.
Dengan persembahan pantun
dan kata-kata bijak dalam bahasa Gorontalo yang biasa juga disebut dengan tuja’i,
keluarga calon pengantin pria mempersembahkan hantaran yang sudah disiapkan.
Hantaran harta untuk calon pengantin wanita itu akan memasuki rumah berurutan
mulai dari yang utama dahulu yaitu mahar, kemudian disusul pernak pernik
kebutuhan calon pengantin wanita, dan yang terakhir buah-buahan. Kemudian satu persatu
dijelaskan makna dari hantaran adat tersebut oleh seorang utolia atau
seorang pemangku adat perwakilan pihak laki-laki.
Setelah adat hantaran
seluruhnya selesai dipaparkan dan lagu tinilo dilagukan, maka dua orang
pemangku adat memaklumkan kepada ta’atombuluwo bahwa adat hantaran harta
pernikahan akan diserah terimakan. Sesudahnya juru bicara keluarga pria merubah
cara duduknya (seperti duduk pada tahiyat awal) kemudian molubo “memberi
hormat secara adat” kepada para ta otombuluwo “pembesar negeri” lalu
kembali pada posisi duduknya semula dan memulai pembicaraan awal “mekaddimah”,
penyerahan adat hantaran sebagaimana hantaran awal pada saat peminangan diatas.
Setelah prosesinya selesai semua duduk dan menikmati hidangan dari keluarga
calon mempelai wanita, satu persatu keluarga calon mempelai pria mendatangi
kamar yang telah disiapkan untuk melihat calon mempelai wanita yang sudah
didandani cantik. [6]
Setelah tahapan ini selesai, mulailah diadakan persiapan
yang berhubungan dengan hal-hal lahiriyah dan bathiniyah calon pengantin
perempuan. Calon pengantin perempuan diberi tempat khusus yang disebut huwali
lo wadaka (kamar bersolek). Di kamar ini
calon pengantin mendapatkan gemblengan dari petugas agama dan petugas rumah
tangga (hulango), gemblengan yang didapatkan adalah: [7]
a.
Motolo ngala’a (pentingnya bergaul
dengan mertua dan ipar-ipar);
b.
Motolo ulipu (tanggung jawab terhadap tanah air);
c.
Motolo agama (melaksanakan ajaran agama) termasuk mengaji
(tadarus al-Qur’an);
d.
Motolo depula atau motolo rumah
tangga (tanggung jawab kepada suami dan anak-anak);
e.
Motolobatanga (tanggung jawab kepada
diri sendiri) termasuk memelihara kecantikan.
Selama
tahap persiapan calon pengantin perempuan disuruh mengaji dan mensucikan
bathin. Ngajinya akan ditutup pada malam perkawinannya yang disebut dengan hatamu
Quru’ani. Disamping itu diberi keterampilan yang berhubungan dengan cara
memelihara kecantikan, misalnya mencat ujung jari tangan dan kaki dengan
menggunakan tilangge yang disebut dengan mopotilangge, memangkas
alis dan bulu matanya yang disebut dengan monganingo, diajarkan cara
mandi haid dan junub, cara menggunakan bedak (yilamahu) dalam bahasa
adat disebut dengan mopobada’a, bahkan disuruh mandi uap yang dalam
bahasa adat disebut dengan molungudu. [8]
2. Dilonggato
Dilonggato
ialah bahan-bahan konsumsi lengkap untuk pesta pernikahan yang disiapkan oleh
keluarga calon pengantin pria kemudian diantarkan kerumah keluarga calon
pengantin wanita pada saat H-2 atau H-1 atau bersamaan dengan acara pengantaran
adat harta pernikahan “dutu” apabila dutu tersebut dilaksanakan
saat H-2 atau H-1. [9]
Bahan
konsumsi dipaparkan diruang belakang atau pelataran dapur terisi pada piring
dan diletakkan diatas baki, setiap baki 3 atau 4 piring sesuai dengan pemaparan
bahan hantaran adat pernikahan, maksudnya kalau dutu tiga baki setiap jenis
maka dilonggato 3 piring setiap satu baki dan seterusnya. Bahan dilonggato
terdiri dari: [10]
Tabel 2
Perincian
Dilonggato
No
|
Jenis Dilonggato
|
Banyaknya
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
|
Beras
Ikan berupa sapi/kambing
Rica
Tomat
Bawang merah
Lengkuas
Serei
Lemon nipis
Garam
Lombok
Bawang putih
Jahe/geraka
Kunyit
Pala
Kayu manis
Gintar
Ketumbar
Aneis (denggu-denggu)
Lada
Cingkeh
Laksa
Makaroni
Bahan penyedap
Minyak kelapa
Kue kering
Kopi
Teh
Gula
Susu
Pepaya
Pisang
Alat dapur (totalu o dan
o’ahu)
Kelapa sengaro (bode’o)
Kelapa biji
Kayu api
|
Tidak ditentukan
Tidak dipaparkan
3 atau 4 piring satu baki
3 atau 4 piring satu baki
3 atau 4 piring satu baki
3 atau 4 piring satu baki
3 atau 4 piring satu baki
3 atau 4 piring satu baki
3 atau 4 piring satu baki
3 atau 4 piring satu baki
3 atau 4 piring satu baki
3 atau 4 piring satu baki
3 atau 4 piring satu baki
3 atau 4 piring satu baki
3 atau 4 piring satu baki
3 atau 4 piring satu baki
3 atau 4 piring satu baki
3 atau 4 piring satu baki
3 atau 4 piring satu baki
3 atau 4 piring satu baki
3 atau 4 piring satu baki
3 atau 4 piring satu baki
3 atau 4 piring satu baki
3 atau 4 botol
3 atau 4 toples
3 atau empat bungkus
3 atau empat bungkus
3 atau 4 kilo
3 atau 4 blek
3 atau 4 buah
3 atau 4 sisir
-
3 atau empat bungkus satu
piring
6 atau 8 buah
3 atau 4 ikat
|
Utusan
keluarga calon pengantin pria terdiri dari seorang kimalaha atau ta
uda’a kalau pelaksanaannya pohu-pohutu atau pohu-pohuli atau
oleh utolia kalau pelaksanaannya secara biasa disertai dua orang ibu dan
beberapa orang sikili atau remaja sebagai pembawa bahan dilonggato.
Setelah selesai dipaparkan utusan calon pengantin pria mempersilahkan kepada
wakil keluarga calon pengantin wanita untuk memperhatikan dan menerima adat
dilonggato. Kemudian salah seorang ibu (juru masak) dari keluarga calon
pengantin wanita menyalin bahan-bahan tersebut dan membawanya masuk ke dapur. Para
pengantar disuguhi minum lalu pamit pulang. [11]
[1] Medi Botutihe. Tata Upacara Adat Gorontalo. (Gorontalo: 2003), h. 142.
[2] Tim Perumus Kerja Sama Pemda
Kabupaten Gorontalo, “Hasil Seminar Adat Gorontalo” Pohutu Aadati Lo Hulondhalo Tata Upacara Adat Gorontalo. (Limboto:
2008), h. 196.
[3] Tim Perumus Kerja Sama Pemda
Kabupaten Gorontalo, “Hasil Seminar Adat Gorontalo” Pohutu Aadati Lo Hulondhalo Tata Upacara Adat Gorontalo, h. 197.
[4] Tim Perumus Kerja Sama Pemda
Kabupaten Gorontalo, “Hasil Seminar Adat Gorontalo” Pohutu Aadati Lo Hulondhalo Tata Upacara Adat Gorontalo, h. 197.
[5] Tim Perumus Kerja Sama Pemda
Kabupaten Gorontalo, “Hasil Seminar Adat Gorontalo” Pohutu Aadati Lo Hulondhalo Tata Upacara Adat Gorontalo, h. 198.
[6] Tim Perumus Kerja Sama Pemda Kabupaten
Gorontalo, “Hasil Seminar Adat Gorontalo” Pohutu Aadati Lo Hulondhalo Tata Upacara Adat Gorontalo. (Limboto:
2008), h. 203.
[7] Ajub Ishak, Hukum Perdata Islam Di Indonesia Dan Praktek Perkawinan Dalam Bingkai
Adat Gorontalo, (Gorontalo: Sultan Amai Press, 2014), h. 91.
[8] Ajub Ishak, Hukum Perdata Islam Di Indonesia Dan Praktek Perkawinan Dalam Bingkai
Adat Gorontalo, (Gorontalo: Sultan Amai Press, 2014), h. 92.
[9] Tim Perumus Kerja Sama Pemda Kabupaten
Gorontalo, “Hasil Seminar Adat Gorontalo” Pohutu Aadati Lo Hulondhalo Tata Upacara Adat Gorontalo. (Limboto:
2008), h. 217.
[10] Tim Perumus Kerja Sama Pemda Kabupaten
Gorontalo, “Hasil Seminar Adat Gorontalo” Pohutu Aadati Lo Hulondhalo Tata Upacara Adat Gorontalo, h. 217.
[11] Tim Perumus Kerja Sama Pemda Kabupaten
Gorontalo, “Hasil Seminar Adat Gorontalo” Pohutu Aadati Lo Hulondhalo Tata Upacara Adat Gorontalo, h. 218.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar