Selasa, 13 Agustus 2019

Unsur-Unsur Tindak Pidana

“UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA”

Apa Perbedaan Antara Pidana, Hukuman dan Pemidanaan...?
"Palu Hakim"
Pidana berasal dari Bahasa Belanda yaitu Straf, yang merupakan suatu istilah konvensional yang kemudian dalam istilah inkonvensional disebut dengan Pidana, pada dasarnya Pidana dapat dikatakan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dikenakan atau dijatuhkan kepada seseorang yang telah terbukti bersalah melakukan suatu tindak pidana setelah melalui proses pembuktian dalam proses persidangan hingga terdapat putusan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa seseorang telah terbukti bersalah.

Istilah Pidana berbeda dengan istilah Hukuman, dimana Istilah hukuman adalah istilah umum yang sering digunakan untuk semua jenis sanksi baik dalam ranah hukum perdata, administratif, disiplin dan pidana, sedangkan istilah pidana diartikan secara sempit yaitu hanya sanksi yang berkaitan dengan hukum pidana.

Sementara untuk istilah Pemidanaan merupakan istilah yang berasal dari inggris yaitu comdemnation theory, yaitu tindakan penjatuhan hukuman kepada pelaku yang telah melakukan perbuatan pidana. Perbuatan pidana merupakan: “Perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pidana itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan, yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan kelakuan orang sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu”.

Apa Yang Dimaksud Dengan Tindak Pidana...?
Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis seperti halnya untuk memberikan definisi atau pengertian terhadap istilah hukum, sehingga tidaklah mudah untuk memberikan definisi atau pengertian terhadap istilah tindak pidana. Adapun definisi mengenai tindak pidana salah satunya dikemukakan oleh Djoko Prakoso bahwa secara yuridis pengertian kejahatan atau tindak pidana adalah “perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan pelanggarannya dikenakan sanksi”, selanjutnya Djoko Prakoso menyatakan bahwa secara kriminologis kejahatan atau tindak pidana adalah “perbuatan yang melanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan mendapatkan reaksi negatif dari masyarakat, dan secara psikologis kejahatan atau tindak pidana adalah “perbuatan manusia yang abnormal yang bersifat melanggar hukum, yang disebabkan oleh faktor-faktor kejiwaan dari si pelaku perbuatan tersebut. [1]

Tindak pidana pada dasarnya disinonimkan dengan delik, yang berasal dari bahasa latin yaitu kata delictum, dalam hal ini yang dimaksud dengan delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang atau disebut dengan tindak pidana. Sementara dalam rumusan para pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang dengan mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindakan pidana, sehingga tindak pidana sangat erat kaitannya dengan apa yang dinamakan peristiwa pidanan, perbuatan pidana, ataupun delik.

Apa Saja Unsur-Unsur Dari Tindak Pidana...?
Setiap tindak pidana yang terdapat dalam KUHP pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif, jika unsur-unsur ini terpenuhi maka secara otomatis seseorang dapat dikatakan telah melakukan tindak pidana, unsur-unsur tindak pidana antara lain sebagai berikut:
Salah satu ahli hukum Pidana Lamintang menjabarkan unsur-unsur subjektif yaitu: [2]
1. Kesengajaan (dolus) atau ketidaksengajaan (culpa);
2. Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP.
3. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan, dll.
4. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachteraad yang terdapat dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP.
5. Perasaan takut yang antara lain terdapat dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.

Kemudian Adami Chazawi menjabarkan unsur-unsur objektif dalam tindak pidana yaitu: [3]
1. Sifat melawan hukum atau wederrechttelijkheid;
2. Kualitas dari pelaku, misalnya keadaan sebagai seorang pegawai negeri;
3. Kausalitas, yakni hubungan antara suatu tindak pidana sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.

Selain itu, unsur-unsur tindak pidana dalam beberapa teori para ahli hukum dapat dilihat pada bunyi rumusannya antara lain seperti Batasan tindak pidana yang disampaikan oleh beberapa orang ahli hukum; Moeljatno, R. Tresna, Vos yang merupakan penganut aliran monistis dan Jonkers, Schravendijk yang merupakan penganut aliran dualistik.

Menurut Moeljatno, unsur tindak pidana adalah: [4]
1. Perbuatan itu harus merupakan perbuatan manusia;
2. Perbuatan itu harus dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang;
3. Perbuatan itu bertentangan dengan hukum;
4. Harus dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan;
5. Perbuatan itu harus dapat dipersalahkan kepada pembuat.

Hanya perbuatan manusia yang boleh dilarang oleh aturan hukum, sementara perbuatan yang dilakukan oleh yang bukan manusia tidak dapat dikatakan sebagai tindak pidana meskipun hal itu terbukti dilakukan. Berdasarkan kata majemuk perbuatan pidana, maka pokok pengertian ada pada perbuatan tersebut, tapi tidak dipisahkan dengan orangnya. Ancaman (diancam) dengan pidana menggambarkan bahwa tidak harus perbuatan itu dalam kenyataannya hanya benar-benar dipidana.

R. Tresna dalam buku Adami Chawazi berpendapat tindak pidana terdiri dari unsur-unsur, yakni: [5]
1. Perbuatan atau rangkaian perbuatan (manusia);
2. Yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan;
3. Diadakan tindakan penghukuman.

Dari unsur yang ketiga, kalimat diadakan tindakan penghukuman yang menunjukkan bahwa seolah-olah setiap perbuatan yang dilarang selalu diikuti dengan penghukuman (pemidanaan). Berbeda dengan pendapat Moeljatno karena kalimat diancam pidana berarti perbuatan itu tidak selalu dijatuhi pidana.

Dapat dilihat bahwa pada unsur-unsur dari tiga batasan penganut paham dualistis tersebut tidak ada perbedaan, yaitu bahwa tindak pidana itu adalah perbuatan manusia yang dilarang, dimuat dalam undang-undang, dan diancam de ngan pidana bagi yang terbukti telah melakukannya. Dari unsur-unsur yang ada jelas terlihat bahwa unsur-unsur tersebut tidak menyangkut diri pembuat atau dipidananya pembuat, semata-mata mengenai perbuatannya.

Dibandingkan dengan pendapat penganut paham monistis tampak berbeda dengan paham dualistis. Unsur-unsur tindak pidana secara rinci menurut Jonkers, yaitu: [6]
1. Perbuatan (yang);
2. Melawan hukum (yang berhubungan dengan);
3. Kesalahan (yang dilakukan oleh orang yang dapat);
4. Dipertanggungjawabkan.

Sementara itu, Schravendijk dalam buku Adam Chazawi membuat batasan mengenai unsur-unsur tindak pidana secara rinci, yaitu: [7]
1. Kelakuan (orang yang);
2. Bertentangan dengan keinsyafan hukum;
3. Diancam dengan hukuman;
4. Dilakukan oleh orang (yang dapat);
5. Dipersalahkan atau kesalahan.  

Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dalam tindak pidana baik antara aliran monistis maupun dualistis, tidak mempunyai perbedaan yang prinsipil dalam menentukan adanya pidana. Apabila orang menganut pendirian yang satu, hendaknya memegang pendirian itu secara konsekuen dan konsisten tidak berpindah-pindah, agar tidak terjadi kekacauan pengertian yang dapat mengakibatkan kesalahan dalam menafsirkan persoalan hukum yang dihadapi. Bagi orang yang berpandangan monistis, seseorang yang melakukan tindak pidana sudah dapat dipidana, sedangkan bagi yang berpandangan dualistis, sama sekali belum mencukupi syarat untuk dipidana karena masih harus disertai syarat pertanggungjawaban pidana yang harus ada pada si pembuat atau pelaku pidana. Jadi, menurut pandangan para ahli hukum yang beraliran dualistis semua syarat yang diperlukan untuk pengenaan pidana harus lengkap adanya sebelum seseorang dapat dikatakan sudah dapat dipidana.




[1] Djoko Prakoso dan Agus Imunarso, Hak Asasi Tersangka dan Peranan Psikologi dalam Konteks KUHAP, (Jakarta, Bina Aksara, 1987). H. 137.
[2] Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997), h. 193.
[3] Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 79.
[4] Erdianto Efendi, Hukum Pidana Indonesia Suatu Pengantar, (Bandung, Refika Aditama, 2011), h. 98.
[5] Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1, h. 80.
[6] Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1, h. 81.
[7] Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1, h. 81.

1 komentar:

  1. Titanium Paint and Stainless Steel Parts - Tire & Tools
    Titanium edc titanium Paint and Stainless Steel Parts · Stainless Steel Parts · toaks titanium Stainless Steel Parts · Stainless trekz titanium Steel Parts · Stainless Steel where is titanium found Parts · titanium exhaust wrap Stainless Steel Parts · Stainless Steel Parts · Stainless Steel Parts

    BalasHapus