“UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA”
Apa Perbedaan Antara Pidana,
Hukuman dan Pemidanaan...?
"Palu Hakim" |
Pidana berasal dari Bahasa Belanda yaitu Straf, yang merupakan suatu istilah konvensional yang kemudian
dalam istilah inkonvensional disebut dengan Pidana, pada dasarnya Pidana dapat
dikatakan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dikenakan atau dijatuhkan
kepada seseorang yang telah terbukti bersalah melakukan suatu tindak pidana
setelah melalui proses pembuktian dalam proses persidangan hingga terdapat putusan
yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa seseorang telah terbukti
bersalah.
Istilah Pidana berbeda dengan istilah Hukuman, dimana Istilah hukuman adalah istilah umum
yang sering digunakan untuk semua jenis sanksi baik dalam ranah hukum perdata,
administratif, disiplin dan pidana, sedangkan istilah pidana diartikan secara
sempit yaitu hanya sanksi yang berkaitan dengan hukum pidana.
Sementara untuk istilah Pemidanaan
merupakan istilah yang berasal dari
inggris yaitu comdemnation theory,
yaitu tindakan penjatuhan hukuman kepada pelaku yang telah melakukan perbuatan
pidana. Perbuatan pidana merupakan: “Perbuatan yang oleh suatu aturan hukum
dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pidana itu diingat bahwa larangan
ditujukan kepada perbuatan, yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan
kelakuan orang sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang
menimbulkan kejadian itu”.
Apa Yang
Dimaksud Dengan Tindak Pidana...?
Tindak pidana merupakan suatu
pengertian yuridis seperti halnya untuk memberikan definisi atau pengertian
terhadap istilah hukum, sehingga tidaklah mudah untuk memberikan definisi atau pengertian terhadap istilah
tindak pidana. Adapun definisi mengenai tindak pidana salah satunya dikemukakan
oleh Djoko Prakoso bahwa secara
yuridis pengertian kejahatan atau tindak pidana adalah “perbuatan yang dilarang
oleh undang-undang dan pelanggarannya dikenakan sanksi”, selanjutnya Djoko Prakoso menyatakan bahwa secara
kriminologis kejahatan atau tindak pidana adalah “perbuatan yang melanggar
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan mendapatkan reaksi negatif dari
masyarakat, dan secara psikologis kejahatan atau tindak pidana adalah
“perbuatan manusia yang abnormal yang bersifat melanggar hukum, yang disebabkan
oleh faktor-faktor kejiwaan dari si pelaku perbuatan tersebut. [1]
Tindak pidana pada dasarnya disinonimkan
dengan delik, yang berasal dari bahasa latin yaitu kata delictum, dalam hal ini yang dimaksud dengan delik adalah perbuatan
yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap
undang-undang atau disebut dengan tindak pidana. Sementara dalam rumusan para pembuat undang-undang merumuskan
suatu undang-undang dengan mempergunakan istilah peristiwa pidana atau
perbuatan pidana atau tindakan pidana, sehingga tindak pidana sangat erat
kaitannya dengan apa yang dinamakan peristiwa pidanan, perbuatan pidana,
ataupun delik.
Apa Saja Unsur-Unsur Dari Tindak Pidana...?
Setiap tindak pidana yang terdapat dalam KUHP pada umumnya dapat
dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri dari unsur subjektif dan unsur
objektif, jika unsur-unsur ini terpenuhi maka secara otomatis seseorang dapat
dikatakan telah melakukan tindak pidana, unsur-unsur tindak pidana antara lain
sebagai berikut:
1. Kesengajaan (dolus)
atau ketidaksengajaan (culpa);
2. Maksud atau Voornemen
pada suatu percobaan atau poging
seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP.
3. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat dalam kejahatan-kejahatan pencurian,
penipuan, pemerasan, pemalsuan, dll.
4. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachteraad yang terdapat dalam
kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP.
5. Perasaan takut yang antara lain terdapat dalam
rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.
1. Sifat melawan hukum atau wederrechttelijkheid;
2. Kualitas dari pelaku, misalnya keadaan sebagai
seorang pegawai negeri;
3. Kausalitas, yakni hubungan antara suatu tindak
pidana sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.
Selain itu, unsur-unsur tindak pidana dalam beberapa teori para ahli
hukum dapat dilihat pada bunyi rumusannya antara lain seperti Batasan tindak
pidana yang disampaikan oleh beberapa orang ahli hukum; Moeljatno, R. Tresna,
Vos yang merupakan penganut aliran monistis
dan Jonkers, Schravendijk yang merupakan penganut aliran dualistik.
1. Perbuatan itu harus merupakan perbuatan manusia;
2. Perbuatan itu harus dilarang dan diancam dengan
hukuman oleh undang-undang;
3. Perbuatan itu bertentangan dengan hukum;
4. Harus dilakukan oleh seseorang yang dapat
dipertanggungjawabkan;
5. Perbuatan itu harus dapat dipersalahkan kepada
pembuat.
Hanya perbuatan manusia yang boleh dilarang oleh aturan hukum,
sementara perbuatan yang dilakukan oleh yang bukan manusia tidak dapat
dikatakan sebagai tindak pidana meskipun hal itu terbukti dilakukan.
Berdasarkan kata majemuk perbuatan pidana, maka pokok pengertian ada pada
perbuatan tersebut, tapi tidak dipisahkan dengan orangnya. Ancaman (diancam)
dengan pidana menggambarkan bahwa tidak harus perbuatan itu dalam kenyataannya
hanya benar-benar dipidana.
1. Perbuatan atau rangkaian perbuatan (manusia);
2. Yang bertentangan dengan peraturan
perundangundangan;
3. Diadakan tindakan penghukuman.
Dari unsur yang ketiga, kalimat diadakan tindakan penghukuman yang
menunjukkan bahwa seolah-olah setiap perbuatan yang dilarang selalu diikuti
dengan penghukuman (pemidanaan). Berbeda dengan pendapat Moeljatno karena
kalimat diancam pidana berarti perbuatan itu tidak selalu dijatuhi pidana.
Dapat dilihat bahwa pada unsur-unsur dari tiga batasan penganut paham
dualistis tersebut tidak ada perbedaan, yaitu bahwa tindak pidana itu adalah
perbuatan manusia yang dilarang, dimuat dalam undang-undang, dan diancam de
ngan pidana bagi yang terbukti telah melakukannya. Dari unsur-unsur yang ada
jelas terlihat bahwa unsur-unsur tersebut tidak menyangkut diri pembuat atau
dipidananya pembuat, semata-mata mengenai perbuatannya.
Dibandingkan dengan pendapat penganut paham monistis tampak berbeda
dengan paham dualistis. Unsur-unsur tindak pidana secara rinci menurut Jonkers,
yaitu: [6]
1. Perbuatan (yang);
2. Melawan hukum (yang berhubungan dengan);
3. Kesalahan (yang dilakukan oleh orang yang
dapat);
4. Dipertanggungjawabkan.
Sementara itu, Schravendijk dalam buku Adam Chazawi membuat batasan
mengenai unsur-unsur tindak pidana secara rinci, yaitu: [7]
1. Kelakuan (orang yang);
2. Bertentangan dengan keinsyafan hukum;
3. Diancam dengan hukuman;
4. Dilakukan oleh orang (yang dapat);
5. Dipersalahkan atau kesalahan.
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dalam tindak
pidana baik antara aliran monistis
maupun dualistis, tidak mempunyai
perbedaan yang prinsipil dalam menentukan adanya pidana. Apabila orang menganut
pendirian yang satu, hendaknya memegang pendirian itu secara konsekuen dan konsisten
tidak berpindah-pindah, agar tidak terjadi kekacauan pengertian yang dapat
mengakibatkan kesalahan dalam menafsirkan persoalan hukum yang dihadapi. Bagi
orang yang berpandangan monistis,
seseorang yang melakukan tindak pidana sudah dapat dipidana, sedangkan bagi
yang berpandangan dualistis, sama
sekali belum mencukupi syarat untuk dipidana karena masih harus disertai syarat
pertanggungjawaban pidana yang harus ada pada si pembuat atau pelaku pidana.
Jadi, menurut pandangan para ahli hukum yang beraliran dualistis semua syarat yang diperlukan untuk pengenaan pidana harus
lengkap adanya sebelum seseorang dapat dikatakan sudah dapat dipidana.
Titanium Paint and Stainless Steel Parts - Tire & Tools
BalasHapusTitanium edc titanium Paint and Stainless Steel Parts · Stainless Steel Parts · toaks titanium Stainless Steel Parts · Stainless trekz titanium Steel Parts · Stainless Steel where is titanium found Parts · titanium exhaust wrap Stainless Steel Parts · Stainless Steel Parts · Stainless Steel Parts