Jumat, 09 Agustus 2019

PENGELOMPOKAN AHLI WARIS DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI)

“PENGELOMPOKAN AHLI WARIS DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI)”

"Ilustrasi Harta Warisan"

Pengelompokan Ahli Waris [1] Berdasarkan asas ahli waris langsung dan asas ahli waris pengganti, secara tekstual ahli waris langsung diatur dengan pasal 174 yang berbunyi:

a.   Kelompok-kelompok terdiri dari:
1)  Menurut hubungan darah:
Golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek.
Golongan perempuan terdiri dari: ibu, anak perempuan, saudara perempuan, dan nenek.
2) Menurut hubungan perkawinan terdiri dari duda atau janda.
b.  Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapatkan warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda.

Dengan demikian, ahli waris langsung yang disebutkan dalam pasal 174 adalah: (1) anak laki-laki, (2) anak perempuan, (3) ayah, (4) ibu, (5) paman, (6) kakek, (7) nenek, (8) saudara laki-laki, (9) saudara perempuan, (10) janda, dan (11) duda.

Dari segi pembagiannya, Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengelompokan ahli waris kedalam tiga kategori (1) Dzawil Furudh, (2) Ahli waris yang tidak ditentukan bagiannya, dan (3) Ahli waris pengganti.

a.   Ahli Waris Dzawil Furudh
Kelompok ahli waris yang mendapat bagian pasti (dzawil furudh al-Muqaddarah) dalam Kompilasi Hukum Islam terdiri dari: anak perempuan, ayah, ibu, janda (istri), duda (suami), saudara laki-laki seibu atau saudari perempuan seibu dan saudara perempuan kandung atau seayah.

b.  Ahli Waris yang Tidak Ditentukan Bagiannya (‘Ashabah)
Kelompok ashabah baik ashabah binafs, ashabah bighair ataupun ma’al ghair dalam KHI adalah sevagai berikut.
1)  Anak laki-laki dan keturunannya.
2) Anak perempuan dan keturunannya bila bersama anak laki-laki.
3) Saudara laki-laki bersama saudara perempuan bila pewaris tidak meninggalkan keturunan dan ayah.
4) Kakek dan nenek.
5) Paman dan bibi baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu dan keturunannya. [2]

Ayah dalam KHI hanya termasuk kelompok dzawil furudh dengan bagian 1/3 (jika tidak ada anak tetapi ada suami dan ibu) atau 1/6 (jika ada anak). Anak dimaksud tidak dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Ayah tidak termasuk salah satu ahli waris yang akan mendapatkan ashabah. Demikian juga kakek, nenek, paman dan bibi diperlakukan sama baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu. 

c.   Ahli Waris Pengganti
Istilah ahli waris pengganti dikenal dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagaimana tercantum pada Pasal 185 yang berbunyi:
1)  Ahli waris yang meninggal lebih dulu dahulu daripada pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam pasal 173.
2) Bagian bagi ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.

Kompilasi Hukum Islam pasal 173 menyebutkan: “Seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dihukum karena:
1)  Dipersalahkan karena membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat kepada pewaris;
2) Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman lima tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.

Atas dasar pasal 173 tersebut ahli waris pengganti terhalang untuk mendapatkan warisan karena dinyatakan telah membunuh, mencoba membunuh, menganiaya berat pada pewaris, memfitnah pewaris yang diancam dengan hukuman lima tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.

Adapun ahli waris pengganti (pasal 185) berdasarkan penjelasan dari Pedoman Pelaksanaan Tugas Dan Administrasi Pengadilan Agama Buku II adalah sebagai berikut:
1)  Keturunan dari anak mewarisi bagian yang digantikannya.
2) Keturunan dari saudara laki-laki/perempuan (sekandung, seayah, dan seibu) mewarisi bagian yang digantikannya.
3) Kakek dan nenek dari pihak ayah mewarisi bagian dari ayah, masing-masing berbagi sama.
4) Kakek dan nenek dari pihak ibu mewarisi bagian dari ibu, masing-masing berbagia sama.
5) Paman dan bibi dari pihak ayah beserta keturunannya mewarisi bagian dari ayah apabila tidak ada kakek dan nenek pihak ayah.

Paman dan ibu dari pihak ibu beserta keturunannya mewarisi bagian dari ibu apabila tidak ada kakek dan nenek pihak ibu. Selain yang tersebut diatas tidak termasuk ahli waris pengganti. [3]
1.   Prinsip Hijab dan Mahjub dalam KHI
Ahli waris dapat terhalang (mahjub) untuk dapat warisan apabila ada ahli waris yang kekerabatannya lebih kuat pada pewaris. Dalam Kompilasi Hukum Islam ada 4 (empat) prinsip hijab mahjub yang harus selalu dipahami, yaitu sebagai berikut:
a.   Anak laki-laki maupun anak perempuan beserta keturunannya (cucu laki-laki/perempuan dan seterusnya kebawah) menghijab:
1)  Saudara (kandung, ayah, seibu) dan keturunannya (keponakan pewaris dan seterusnya);
2) Paman dan bibi dari pihak ayah dan ibu serta keturunannya sepupu pewaris dan seterusnya).
b.  Ayah menghijab:
1)  Saudara dan keturunannya (keponakan pewaris dan seterusnya);
2) Kakek dan nenek yang melahirkannya serta;
3) Paman/bibi pihak ayah dan keturunannya (sepupu pewaris dan seterusnya).
c.   Ibu menghijab:
1)  Kakek dan nenek yang melahirkannya serta;
2) Paman/bibi dari pihak ibu dan keturunannya (sepupu pewaris dan seterusnya).

Saudara (kandung, seayah atau seibu) dan keturunannya (keponakan pewaris dan seterusnya) menghijab paman dan bibi pihak ayah dan ibu serta keturunannya.




[1] M. Athoillah, Fikih Waris Metode Pembagian Waris Praktis, (Cet. I, Bandung: Yrama Widya, 2013), h. 150-156.
[2] Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama Buku II, (Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama: 2014), h. 165.
[3] Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama Buku II, (Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama: 2014), h. 162-163

2 komentar: