Pengelompokan Ahli Waris [1] Berdasarkan asas ahli waris langsung dan
asas ahli waris pengganti, secara tekstual ahli waris langsung diatur
dengan pasal 174 yang berbunyi:
a.
Kelompok-kelompok
terdiri dari:
1) Menurut hubungan darah:
Golongan
laki-laki terdiri
dari: ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek.
Golongan
perempuan terdiri
dari: ibu, anak perempuan, saudara perempuan, dan nenek.
2) Menurut hubungan perkawinan terdiri dari duda
atau janda.
b. Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak
mendapatkan warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda.
Dengan demikian, ahli waris langsung yang
disebutkan dalam pasal 174 adalah: (1) anak laki-laki, (2) anak perempuan, (3)
ayah, (4) ibu, (5) paman, (6) kakek, (7) nenek, (8) saudara laki-laki, (9)
saudara perempuan, (10) janda, dan (11) duda.
Dari segi pembagiannya, Kompilasi Hukum Islam
(KHI) mengelompokan ahli waris kedalam tiga kategori (1) Dzawil Furudh,
(2) Ahli waris yang tidak ditentukan bagiannya, dan (3) Ahli waris pengganti.
a.
Ahli
Waris Dzawil Furudh
Kelompok ahli waris yang mendapat bagian pasti
(dzawil furudh al-Muqaddarah) dalam Kompilasi Hukum Islam terdiri
dari: anak perempuan, ayah, ibu, janda (istri), duda (suami), saudara laki-laki
seibu atau saudari perempuan seibu dan saudara perempuan kandung atau seayah.
b. Ahli Waris yang Tidak Ditentukan Bagiannya (‘Ashabah)
Kelompok ashabah baik ashabah binafs,
ashabah bighair ataupun ma’al ghair dalam KHI adalah sevagai
berikut.
1) Anak laki-laki dan keturunannya.
2) Anak perempuan dan keturunannya bila bersama
anak laki-laki.
3) Saudara laki-laki bersama saudara perempuan
bila pewaris tidak meninggalkan keturunan dan ayah.
4) Kakek dan nenek.
Ayah dalam KHI hanya termasuk kelompok dzawil
furudh dengan bagian 1/3 (jika tidak ada anak tetapi ada suami dan ibu)
atau 1/6 (jika ada anak). Anak dimaksud tidak dibedakan antara laki-laki dan
perempuan. Ayah tidak termasuk salah satu ahli waris yang akan mendapatkan ashabah.
Demikian juga kakek, nenek, paman dan bibi diperlakukan sama baik dari pihak
ayah maupun dari pihak ibu.
c.
Ahli
Waris Pengganti
Istilah ahli waris pengganti dikenal dalam
Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagaimana tercantum pada Pasal 185 yang berbunyi:
1) Ahli waris yang meninggal lebih dulu dahulu
daripada pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali
mereka yang tersebut dalam pasal 173.
2) Bagian bagi ahli waris pengganti tidak boleh
melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.
Kompilasi Hukum Islam pasal 173 menyebutkan: “Seorang
terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap dihukum karena:
1) Dipersalahkan karena membunuh atau mencoba
membunuh atau menganiaya berat kepada pewaris;
2) Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan
pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan
hukuman lima tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.
Atas dasar pasal 173 tersebut ahli waris
pengganti terhalang untuk mendapatkan warisan karena dinyatakan telah membunuh,
mencoba membunuh, menganiaya berat pada pewaris, memfitnah pewaris yang diancam
dengan hukuman lima tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.
Adapun ahli waris pengganti (pasal 185)
berdasarkan penjelasan dari Pedoman Pelaksanaan Tugas Dan Administrasi
Pengadilan Agama Buku II adalah sebagai berikut:
1) Keturunan dari anak mewarisi bagian yang
digantikannya.
2) Keturunan dari saudara laki-laki/perempuan
(sekandung, seayah, dan seibu) mewarisi bagian yang digantikannya.
3) Kakek dan nenek dari pihak ayah mewarisi bagian
dari ayah, masing-masing berbagi sama.
4) Kakek dan nenek dari pihak ibu mewarisi bagian
dari ibu, masing-masing berbagia sama.
5) Paman dan bibi dari pihak ayah beserta
keturunannya mewarisi bagian dari ayah apabila tidak ada kakek dan nenek pihak
ayah.
Paman dan ibu dari pihak ibu beserta
keturunannya mewarisi bagian dari ibu apabila tidak ada kakek dan nenek pihak
ibu. Selain yang tersebut diatas tidak termasuk ahli waris pengganti. [3]
1.
Prinsip Hijab
dan Mahjub dalam KHI
Ahli waris dapat terhalang (mahjub) untuk
dapat warisan apabila ada ahli waris yang kekerabatannya lebih kuat pada
pewaris. Dalam Kompilasi Hukum Islam ada 4 (empat) prinsip hijab mahjub yang
harus selalu dipahami, yaitu sebagai berikut:
a.
Anak
laki-laki maupun anak perempuan beserta keturunannya (cucu laki-laki/perempuan
dan seterusnya kebawah) menghijab:
1) Saudara (kandung, ayah, seibu) dan keturunannya
(keponakan pewaris dan seterusnya);
2) Paman dan bibi dari pihak ayah dan ibu serta
keturunannya sepupu pewaris dan seterusnya).
b. Ayah menghijab:
1) Saudara dan keturunannya (keponakan pewaris dan
seterusnya);
2) Kakek dan nenek yang melahirkannya serta;
3) Paman/bibi pihak ayah dan keturunannya (sepupu
pewaris dan seterusnya).
c.
Ibu menghijab:
1) Kakek dan nenek yang melahirkannya serta;
2) Paman/bibi dari pihak ibu dan keturunannya
(sepupu pewaris dan seterusnya).
Saudara (kandung, seayah atau seibu) dan
keturunannya (keponakan pewaris dan seterusnya) menghijab paman dan bibi
pihak ayah dan ibu serta keturunannya.
[1] M. Athoillah, Fikih
Waris “Metode Pembagian Waris Praktis”, (Cet.
I, Bandung: Yrama Widya, 2013), h. 150-156.
[2] Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan Tugas
dan Administrasi Peradilan Agama Buku II, (Direktorat Jenderal Badan
Peradilan Agama: 2014), h.
165.
[3] Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan Tugas
dan Administrasi Peradilan Agama Buku II, (Direktorat Jenderal Badan
Peradilan Agama: 2014), h. 162-163
Mantaap pak dir
BalasHapusMakasih kawanku, 🙏🙏
Hapus