Berumah tangga pada prinsipnya hendaklah harus
didasari dengan adanya rasa kasih sayang dan penuh kebersamaan serta saling
melengkapi di antara keduanya. Disamping saling menjaga kehormatan rumah
tangga, disisi lain harus ada rasa pengertian dan kerja sama dan komunikasi
yang baik. Namun sebaliknya, jika dalam berumah tangga sudah tidak lagi
menjalankan hak dan kewajiban dan sudah tidak saling peduli, maka suatu saat rumah
tangga bisa terancam dengan keretakan yang nantinya berakhir dengan perceraian.
Adapun 10 penyebab keretakan hubungan rumah tangga antara lain;
1. Tidak Terpenuhinya Nafkah
Dalam hubungan perkawinan, kategori nafkah terbagi menjadi dua
yaitu nafkah batiniyah dan nafkah lahiriyah. Nafkah
secara lahiriah terbagi menjadi tiga yaitu; nafkah berupa makan, nafkah berupa
pakaian atau sandang dan tempat tinggal, yang dalam proses pemenuhannya seorang
istri harus bisa memahami kemampuan suaminya. Memberi nafkah kepada istri dan
anak merupakan salah satu kewajiban suami, dan pemberian nafkah inilah yang
dapat dikategorikan sebagai faktor ekonomi. Kemudian nafkah batiniyah merupakan
pemenuhan nafkah secara batin atau dalam kata lain hubungan suami istri (seks).
Kedua bentuk nafkah inilah yang semestinya terpenuhi, jika yang dapat dipenuhi
hanya salah satunya maka dapat menyebabkan rumah tangga tidak akan berjalan
sebagaimana mestinya.
2. Terjadi Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Adanya
Penganiayaan
Perilaku kekerasan atau
penganiayaan dalam rumah tangga bisa saja terjadi dalam hubungan berumah
tangga. Penganiayaan meliputi penganiayaan bersifat lahiriyah dan penganiayaan
bersifat batiniyah. Penganiayaan bersifat lahiriyah misalnya memukul dengan
sebab-sebab tertentu dan lain sebagainya yang mampu mengakibatkan penderitaan
dari korbannya (istri atau suami). Sedangkan penganiayaan bersifat batiniyah
misalnya berbicara yang menyakitkan, mencaci-maki dan lain sebagainya. Perilaku
kekerasan atau penganiayaan semacam ini tidak di perkenankan baik suami maupun
istri di dalam kehidupan berumah tangga, sebab akan mampu merusak keharmonisan hubungan
rumah tangga.
3. Bermain Judi dan Minuman Keras
Judi dan minuman keras
merupakan perbuatan yang di haramkan oleh Islam dan wajib dijauhi oleh
siapapun, termasuk suami maupun istri. Judi menyebabkan seseorang berbuat tidak
jujur sedangkan minuman keras berpengaruh buruk dalam kesehatan serta sebagai
induk dari semua kejahatan termasuk kejahatan dalam rumah tangga. Kedua
perbuatan tersebut dapat merusak kebahagiaan rumah tangga dan sah dijadikan
sebagai sebab terjadinya perceraian.
4. Watak Yang Keras
Watak yang keras antara suami maupun istri pada
dasarnya dapat menyebabkan timbulnya permasalahan dalam rumah tangga. Hilangnya
cerminan cinta kasih dalam keluarga merupakan akibat dalam rumah tangga
berwatak keras. Dengan watak yang keras akan mudah anggota keluarga berselisih,
egois, kurang dapat mengontrol perbuatan, dan kata-kanya, yang pada akhirnya akan
merambah dalam diri angota keluarga yang mengakibatkan ikatan cinta kasih ini
berangsur-angsur hilang, yang awalnya saling cinta mencinta, saling menyayangi
akhirnya keduanya akan saling membenci.
5. Hadirnya Orang Ketiga
Proses berumah tangga saat ini, sering kita saksikan banyak
rumah tangga yang mengalami penderitaan akibat hadirnya orang ketiga. Dalam
berumah tangga orang ketiga sering ditujukan kepada perempuan atau laki-laki
lain yang hadir diantara pasangan suami istri yang telah menikah yang mampu
menghancurkan hubungan baik dan keharmonisan dalam berumah tangga.
6. Campur Tangan Orang Tua
Orang tua saat ini banyak menjadi penyebab retaknya hubungan
rumah tangga pasangan suami istri, terkadang ada rumah tangga yang retak akibat
dari orang tua yang ikut campur dalam persoalan rumah tangga anak, bahkan tidak
sedikit pula yang bercerai hanya karena menuruti keinginan orang tuanya. Memang
orang tua tetaplah orang tua disaat anaknya telah menikah, tetapi dalam
memposisikan diri pada persoalan rumah tangga anak-anaknya orang tua sudah
semestinya menjadi penengah yang akan memediasi persoalan rumah tangga anaknya,
tanpa harus melihat yang mana anak kandungnya dan mana anak mantunya, sebab
pada dasarnya posisi orang tua setelah anaknya menikah ada pada posisi pemantau
berlangsungnya rumah tangga anak-anaknya, tidak lagi bertanggung jawab
sepenuhnya sebagaimana tanggung jawab saat anak-anak belum menikah.
7. Lingkup Pertemanan
Berteman merupakan salah satu proses untuk bersosialisasi
dengan lingkungan sekitar dan memperluas hubungan sosial kemasyarakatan, tanpa
ada teman hidup memang akan terasa hambar. Namun, pertemanan dapat menimbulkan
dampak yang positif dapat pula menimbulkan dampak negatif. Dampak negatif
inilah yang salah satunya juga mampu merusak hubungan rumah tangga suami istri,
dimana ketika suami atau istri belum mampu meninggalkan kebiasaannya dalam
berteman saat telah menikah, maka dampaknya pula akan berpengaruh pada hubungan
rumah tangga, apalagi berteman dengan lawan jenis baik dalam satu tempat kerja ataupun
di luar tempat kerja yang bisa jadi akan menimbulkan rasa cinta antara
keduanya, sehingga menimbulkan fitnah dan kesalah pahaman dalam hubungan rumah
tangga. Sebab dengan berteman banyak yang lupa dengan tanggung jawabnya di
rumah, dengan berteman banyak yang lupa dirinya telah menikah dan dengan
berteman pula banyak orang yang terjerumus kedalam tindakan-tindakan yang
salah.
8. Masa Lalu
Masa lalu janganlah
dianggap sepeleh dalam hubungan rumah tangga, baik masa lalu dengan seseorang
yang pernah dekat dengan kita ataupun masa lalu kelam yang pernah kita alami
sebelum perkawinan terjadi. Terkadang masa lalu akan kembali menjadi masalah
dalam rumah tangga disaat keduanya tidak mampu merubah pola pikir dalam berumah
tangga. Oleh sebab itu keduanya baik suami maupun istri setelah menikah
hendaklah meninggalkan semua masalah kelam yang pernah dialaminya di masa lampau
sebelum nikah dan berusaha membina hubungan rumah tangga yang lebih baik lagi demi
masa depan yang lebih baik, namun jika keduanya tidak mampu untuk membendungnya
percayalah bahwa rumah tangga tidak akan berlangsung bahagia.
Dengan demikian seorang
suami, yang merupakan kepala rumah tangga berkewajiban dan bertanggung jawab untuk
membimbing dan mendidik istrinya dengan sabar sehingga dapat menjadi istri yang
shalihah dan dapat melayani suaminya dengan penuh keridhaan. Apabila istri
salah, keliru atau melawan suami, maka sebaiknya dinasihati dengan cara yang
baik, tidak boleh menjelek-jelekkannya, dan supaya dido’akan agar Allah
memperbaiki dan menjadikannya istri yang shalihah. Baik buruknya hubungan rumah
tangga tergantung dari bagaimana peran keduanya baik suami maupun istri terlebih
peranan suami yang memiliki tanggung jawab penuh dalam menjaga marwah ikatan
suci perkawinannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar