"BENTUK-BENTUK PUTUSAN HAKIM"
1. Bentuk Bentuk Putusan
Bentuk putusaan dalam tulisan ini khusus pada putusan
perkara pidana. Sebab bentuk perkaran menyebabkan perbedaan dalam putusan.
Dalam perkara perdata jenis atau bentuk putusan lebih banyak dari pada perkara
pidana. [1]
Pertama, putusan pemidanaan (verordeling). [2]
putusan ini memiliki arti bahwa majelis hakim yang memeriksa perkara tersebut
berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan perbuatan yang di tuduhkan
kepadanya (perbuatan yang di dakwakan kepadanya dalam surat dakwaan).
Kedua, putusan bebas (vrijsprak/acquittal) yakni majelis hakim berpendapat
bahwa dari hasil pemeriksaan di siding pengadilan, kesalahan terdakwa atas
perbuatan yang dituduhkan/didakwakan kepadanya tidak terbukti. Alat-alat bukti yang diajukan dipersidangan
tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa. [3]
Ketiga, putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum (onslag vanalle rechtsvervolging). [4] Majelis Hakim yang memeriksa perkara
berpendapat bahwa perbuatan yang dituduhkan kepada Terdakwa terbukti di
persidangan, akan tetapi perbuatan tersebut bukanlah merupakan suatu tidakan
pidana.
Keempat, Putusan yang menyatakan dakwaan batal demi hukum.
Ketentuan ini terdapat dalam pasal 143
ayat (3) [5] dan pasal 156 ayat (1).
Kelima, Putusan yang menyatakan tidak berwenang mengadili.
Bentuk putusan seperti ini berarti bahwa pada awal persidangan, Terdakwa atau
penasihat hukumnya mengajukan keberatan yang isinya adalah: pengadilan yang
mengadili perkara itu tidak berwenang baik secara absolut yakni kewenangan
untuk setiap lingkungan peradilan atau pengadilan khusus, ataupun yang
berkaitan dengan kewenangan relatif yakni kewenangan berdasarkan wilayah hukum
(misalnya pengadilan Negeri Denpasar dan pengadilan Negeri Gianyar memiliki
wilayah hukum sendiri-sendiri).
Keenam, putusan yang menyatakan kewenangan untuk mengajukan tuntutan. Bahwa kewenangan untuk mengajukan tuntutan hukum kepada Terdakwa sudah gugur: misalnya ada unsur nebis in idem (perkara tersebut sudah pernah diputus dan sudah memperoleh kekuatan hukum yang tepat).
2. Mekanisme Pengambilan Putusan Oleh Hakim
Pengambilan
putusan oleh hakim dilakuakn setelah seluruh tahapan pembuktian selesai
dan para pihak telah mengajukan kesimpulannya masing-masing sebelum memutuskan
perkara tersebut, majelis hakim akan melakuakan musyawarah majelis untuk
mendiskusikan dan menyimpulkan perkara tersebut. Pasal 178 ayat (1) HIR/189
ayat (1) R.Bg. menyatakan: “Hakim karena
jabatannya waktu bermusyawarah wajib mencukupkan segala alas an hukum yang
tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak” [1]
Dalam musyawarah majelis, paling tidak majelis hakim akan
melakukan dua hal, yaitu:
a) Menetapkan pihak mana yang berhasil
membuktikan dan pihak mana yang tidak berhasil membuktikan. Pada tahapan ini
tiap hakim anggota majelis akan mengemukakan pendapatnya mengenai keseluruhan
fakta yang terungkap di persidangan setelah masing-masing diberi kesempatan yang
sama untuk membuktikan dalil-dalilnya.
b) Menetapkan hak-hak dan hubungan hukum di antara para pihak. Konklusi hakim yang diambil berdasrka fakta-fakta tadi dapat berupa menetapkan siapa berhak atas apa (who belong to what) juga menetapkan hubungan hukum di antara para pihak.
Perbedaan pendapat di antara para hakim dapat terjadi pada salah satu tahapan atau bahkan kedua tahapan tersebut di atas. Hakim A misalnya menyimpulkan bahwa C terbukti melakukan wanprestasi karena adanya kesengajaan C untuk tidak membayar hutang, semnetara Hakim B menyimpulkan bahwa C tidak melakukan wanprestasi karena adanya unsure force majeure (keadaan memaksa) yang menyebabkna dia tidak dapat membayar hutangnnya pada saat itu.
[1]Riduan Syahrani, Himpunan Peraturan Hukum Acara Perdata Indonesia, Bandung: Alumni, 1991, h. 214, 264.
[1]Jenis-jenis putusan dalam perkara perdata setidaknya
menyangkut beberapa jenis antara lain; Putusan sela dan putusan akhir. Dua
bentuk putusan tersebut dibagi kembali dalam beberapa bentuk putusan. Lihat:
Retnowulan Sutanto dn Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam teori dan Praktik, (Bandung: CV. Mandar
Madju, 1997).hml. 109.
[2]Putusan Jenis ini terdapat dalam Pasal 193 ayat (1)
KUHAP sebagai berikut: “ Jika Pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah
melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan
pidana.”
[3]Pasal 191 ayat (1) KUHAP yaitu: “Jika pengadilan
berpendapat bahwa hasil dari pemeriksaan di sidang, kesalah terdakwa atas
perbuatan yang di dakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan,
maka di putus bebas.”
[4]Pasal 191 ayat (2) KUHAP yaitu: jika pengadilan berpendapat
bahwa perbuatan yang di dakwakan kepada terbukti , tetapi perbuatan itu tidak
merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa di putus lepas dari segala
tuntutan hukum.”
[5]Pasal 143 ayat (3) KUHAP “Surat dakwaan yang tidak
memenuhi ketentuan sebagaimanadi maksud dalam ayat (2) huruf b batal demi
hukum.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar