Senin, 20 Juni 2022

BENTUK-BENTUK PUTUSAN HAKIM

 "BENTUK-BENTUK PUTUSAN HAKIM"

Gambar: Palu Hakim

1.   Bentuk Bentuk Putusan

Bentuk putusaan dalam tulisan ini khusus pada putusan perkara pidana. Sebab bentuk perkaran menyebabkan perbedaan dalam putusan. Dalam perkara perdata jenis atau bentuk putusan lebih banyak dari pada perkara pidana. [1]

Pertama, putusan pemidanaan (verordeling). [2] putusan ini memiliki arti bahwa majelis hakim yang memeriksa perkara tersebut berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan perbuatan yang di tuduhkan kepadanya (perbuatan yang di dakwakan kepadanya dalam surat dakwaan).

Kedua, putusan bebas (vrijsprak/acquittal) yakni majelis hakim berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di siding pengadilan, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang dituduhkan/didakwakan kepadanya tidak terbukti. Alat-alat bukti yang diajukan dipersidangan tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa. [3]

Ketiga, putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum (onslag vanalle rechtsvervolging). [4] Majelis Hakim yang memeriksa perkara berpendapat bahwa perbuatan yang dituduhkan kepada Terdakwa terbukti di persidangan, akan tetapi perbuatan tersebut bukanlah merupakan suatu tidakan pidana.

Keempat, Putusan yang menyatakan dakwaan batal demi hukum. Ketentuan  ini terdapat dalam pasal 143 ayat (3) [5] dan pasal 156 ayat (1).

Kelima, Putusan yang menyatakan tidak berwenang mengadili. Bentuk putusan seperti ini berarti bahwa pada awal persidangan, Terdakwa atau penasihat hukumnya mengajukan keberatan yang isinya adalah: pengadilan yang mengadili perkara itu tidak berwenang baik secara absolut yakni kewenangan untuk setiap lingkungan peradilan atau pengadilan khusus, ataupun yang berkaitan dengan kewenangan relatif yakni kewenangan berdasarkan wilayah hukum (misalnya pengadilan Negeri Denpasar dan pengadilan Negeri Gianyar memiliki wilayah hukum sendiri-sendiri).

Keenam, putusan yang menyatakan kewenangan untuk mengajukan tuntutan. Bahwa kewenangan untuk mengajukan tuntutan hukum kepada Terdakwa sudah gugur: misalnya ada unsur nebis in idem (perkara tersebut sudah pernah diputus dan sudah memperoleh kekuatan hukum yang tepat).

2.    Mekanisme Pengambilan Putusan Oleh Hakim

Pengambilan  putusan oleh hakim dilakuakn setelah seluruh tahapan pembuktian selesai dan para pihak telah mengajukan kesimpulannya masing-masing sebelum memutuskan perkara tersebut, majelis hakim akan melakuakan musyawarah majelis untuk mendiskusikan dan menyimpulkan perkara tersebut. Pasal 178 ayat (1) HIR/189 ayat (1) R.Bg. menyatakan: “Hakim karena jabatannya waktu bermusyawarah wajib mencukupkan segala alas an hukum yang tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak” [1]

Dalam musyawarah majelis, paling tidak majelis hakim akan melakukan dua hal, yaitu:

a)   Menetapkan pihak mana yang berhasil membuktikan dan pihak mana yang tidak berhasil membuktikan. Pada tahapan ini tiap hakim anggota majelis akan mengemukakan pendapatnya mengenai keseluruhan fakta yang terungkap di persidangan setelah masing-masing diberi kesempatan yang sama untuk membuktikan dalil-dalilnya.

b)  Menetapkan hak-hak dan hubungan hukum di antara para pihak. Konklusi hakim yang diambil berdasrka fakta-fakta tadi dapat berupa menetapkan siapa berhak atas apa (who belong to what) juga menetapkan hubungan hukum di antara para pihak.

Perbedaan pendapat di antara para hakim dapat terjadi pada salah satu tahapan atau bahkan kedua tahapan tersebut di atas. Hakim A misalnya menyimpulkan bahwa C terbukti melakukan wanprestasi karena adanya kesengajaan C untuk tidak membayar hutang, semnetara Hakim B menyimpulkan bahwa C tidak melakukan wanprestasi karena adanya unsure force majeure (keadaan memaksa) yang menyebabkna dia tidak dapat membayar hutangnnya pada saat itu.



[1]Riduan Syahrani, Himpunan Peraturan Hukum Acara Perdata Indonesia, Bandung: Alumni, 1991, h. 214, 264. 

[1]Jenis-jenis putusan dalam perkara perdata setidaknya menyangkut beberapa jenis antara lain; Putusan sela dan putusan akhir. Dua bentuk putusan tersebut dibagi kembali dalam beberapa bentuk putusan. Lihat: Retnowulan Sutanto dn Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam teori dan Praktik, (Bandung: CV. Mandar Madju, 1997).hml. 109.

[2]Putusan Jenis ini terdapat dalam Pasal 193 ayat (1) KUHAP sebagai berikut: “ Jika Pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana.”

[3]Pasal 191 ayat (1) KUHAP yaitu: “Jika pengadilan berpendapat bahwa hasil dari pemeriksaan di sidang, kesalah terdakwa atas perbuatan yang di dakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka di putus bebas.”

[4]Pasal 191 ayat (2) KUHAP yaitu: jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang di dakwakan kepada terbukti , tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa di putus lepas dari segala tuntutan hukum.”

[5]Pasal 143 ayat (3) KUHAP “Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimanadi maksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar