PRAKTIK PERKAWINAN DIBAWAH
UMUR
DAN DAMPAKNYA TERHADAP
KEHARMONISAN RUMAH TANGGA
DI KABUPATEN BOALEMO
Jusuf A. Lakoro
Prodi Hukum Keluarga,
Pascasarjana IAIN Sultan Amai Gorontalo
Tahun
2018
ABSTRAK
Perkawinan dibawah umur di
Kabupaten Boalemo umumnya terjadi pada anak-anak usia sekolah yang seharusnya
masih merasakan dunia pendidikan dan menikmati indahnya masa-masa muda, namun
harus berakhir dengan perkawinan diusia yang masih sangat muda dengan
mengorbankan masa depan dan pendidikannya. Penelitian ini untuk menemukan,
mengungkap dan menggambarkan praktik perkawinan anak dan dampaknya di Kabupaten
Boalemo.
Tesis ini merupakan
penelitian lapangan, yang dilakukan di Kabupaten Boalemo yang tersebar di 6
Kecamatan. Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif, dengan cara
mengumpulkan data-data, didalami, dikaji, dipahami dan disimpulkan dengan cara
deskriptif untuk mendapatkan keakuratan data. Pendekatan penelitian yang digunakan
adalah pendekatan yuridis sosiologis yaitu melihat fenomena sosial dalam
masyarakat yang kemudian dikaitkan dengan aturan yang berlaku.
Berdasarkan hasil penelitian,
ditemukan realitas yang terjadi dalam praktik perkawinan diibawah umur antara
lain bentuk perkawinan dibawah umur yang cukup beragam antara lain;
dilaksanakan berdasarkan hasil dispensasi nikah, rendahnya usia perkawinan,
perkawinan dengan salah satu pasangan yang lebih tua, perkawinan hamil diluar
nikah, perkawinan tanpa restu orang tua dan perkawinan tidak tercatat.
Perkawinan dibawah umur juga telah berdampak terhadap keharmonisan rumah
tangga, antara lain tidak tercapainya kesejahteraan jiwa, tidak tercapainya
kesejahteraan fisik dan tidak tercapainya perimbangan ekonomi dalam rumah tangga.
Perkawinan dibawah umur seharusnya mampu dibendung dengan ketegasan aturan baik
undang-undang tentang perkawinan dan KHI maupun aturan adat yang berlaku di
masyarakat Gorontalo. Selain itu pentingnya proses penyadaran, edukasi dan
sosialisasi terhadap undang-undang perkawinan yang tidak lagi diketahui oleh
anak-anak saat ini maupun terhadap bahaya perkawinan dibawah umur.
Kata Kunci: Perkawinan Dibawah Umur,
Dampak, Dan Keharmonisan Rumah Tangga.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Perkawinan pada dasarnya
membutuhkan kematangan usia dan tingkat kedewasaan, sebab usia dewasa seseorang pada hakekatnya
mengandung unsur yang berkaitan dengan dapat atau tidaknya seseorang
mempertanggungjawabkan atas perbuatan hukum yang telah dilakukannya, yang
menggambarkan kecakapan seseorang untuk bertindak dalam lalu lintas hukum
perdata. Hukum dalam lintas masyarakat menghendaki kematangan berpikir dan
keseimbangan psikis yang pada orang belum dewasa masih dalam taraf permulaan
sedangkan sisi lain pada anggapan itu ialah bahwa seseorang belum dewasa dalam
perkembangan fisik dan psikisnya memerlukan bimbingan khusus. Karena
ketidakmampuannya maka seseorang yang belum dewasa harus diwakili oleh orang
yang telah dewasa sedangkan perkembangan orang ke arah kedewasaan ia harus
dibimbing.
Perkawinan dibawah umur yang
banyak terjadi di masyarakat, bukanlah sesuatu hal yang baru dan aneh, sebab
aturan dalam undang-undang di Indonesia membolehkannya dan tidak ada pula
larangan secara spesifik dalam aturan agama Islam, sehingga dengan mudah
perkawinan dibawah umur ini bisa terjadi. Padahal perkawinan dibawah umur
dibawah umur itu sebenarnya dilalui dengan cara yang tidak mudah, harus
mendapatkan penolakan dari KUA karena batasan umur yang tidak cukup, harus
mengikuti proses dispensasi di Pengadilan Agama dan banyak mengeluarkan biaya
yang cukup membebani, namun pada akhirnya banyak yang tidak mampu bertahan
lama. Kematangan dan kedewasaan umur perkawinan sudah pasti menjadi salah satu
faktor penyebab dari keretakan rumah tangga.
Kebolehan perkawinan dibawah
umur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tercantum dalam
pasal 7 ayat (1) disebutkan bahwa “perkawinan hanya diizinkan apabila laki-laki
sudah mencapai umur 19 tahun dan perempuan mencapai umur 16 tahun” dan dalam
ayat (2) disebutkan bahwa “Dalam hal penyimpangan dalam ayat (1) dapat meminta
dispensasi di pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh orang tua pihak
pria atau wanita”. Pasal 7 ini merupakan salah satu solusi dari penyelesaian
perkara perkawinan dibawah umur yang dilakukan dengan proses dispensasi nikah,
hal ini secara tidak langsung membolehkan perkawinan dibawah umur itu
dilakukan, sehingga ini memberikan peluang kepada siapapun yang ingin menikah
meskipun umurnya belum layak untuk usia nikah.
Perkawinan dibawah umur yang
banyak terjadi di Kabupaten Boalemo setiap tahunnya semakin naik angka
pertumbuhannya untuk perkawinan yang tercatat dan telah melalui proses
dispensasi nikah di Pengadilan Agama. Dalam data perkawinan yang ada di
Kabupaten Boalemo sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2016, terdapat 59
perkawinan dibawah umur masing-masing di Kecamatan Mananggu 4 kasus, Kecamatan
Botumoito 4 kasus, Kecamatan Tilamuta 14 kasus, Kecamatan Paguyaman 16 kasus,
kecamatan Dulupi 12 kasus, Kecamatan Wonosari 8 kasus, dan Kecamatan Paguyaman
Pantai 1 kasus. Kasus perkawinan dibawah umur di Kabupaten Boalemo yang
terbanyak terjadi pada tahun 2016 dengan jumlah perkawinan dibawah umur
sebanyak 30 kasus. Dari data 59 kasus perkawinan dibawah umur yang telah
didapatkan di Pengadilan Agama Tilamuta yang telah dikabulakan hasil permohonan
dispensasi nikah ini yang kemudian telah di cocokkan dengan data perkawinan
dibawah umur di KUA, maka penelitian ini di fokuskan pada 36 kasus yang
tersebar di 6 Kecamatan (Tilamuta, Wonosari, Dulupi, Paguyaman, Mananggu,
Botumoito).
Umumnya perkawinan dibawah
umur di Kabupaten Boalemo memang masih banyak yang dilakukan tidak sesuai
dengan prosedur yang telah ditetapkan baik dalam aturan hukum Islam maupun
aturan negara dalam hal ini Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam
(KHI). Proses perkawinan dibawah umur tidaklah semulus dan semudah yang
dipikirkan oleh sebagian orang yang menjalaninya, baik dalam proses menuju
perkawinannya maupun sesudah perkawinan itu berlangsung. Ada yang melakukannya
hanya dalam keadaan terpaksa bahkan dipaksa karena merasa belum siap menikah
dan mempertanggungjawabkan perbuatannya, terutama bagi pasangan yang telah
hamil diluar nikah. Bahkan ada yang prosesnya hanya berupa kawin turun dan
perkawinan yang tidak direstui orang tua dengan tujuan untuk dapat melanjutkan
kembali pendidikan yang masih sementara dijalani dan menghindari pandangan
buruk masyarakat.
Berdasarkan uraian latar
belakang diatas, maka sangat layak untuk dilakukan penelitian terhadap Praktik
Perkawinan dibawah umur dan dampaknya terhadap keharmonisan rumah tangga di
Kabupaten Boalemo. Dengan harapan bahwa penelitian ini akan memberikan gambaran
kepada masyarakat Kabupaten Boalemo tentang bagaimana praktik perkawinan
dibawah umur khususnya yang berkaitan dengan bentuk perkawinan yang terjadi dan
realitas kehidupan rumah tangga setelah perkawinan dibawah umur, selain itu
penelitian ini diharapkan juga dapat mengurangi praktik perkawinan dibawah umur
yang banyak terjadi di masyarakat Kabupaten Boalemo.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang
diatas dapat diangkat permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut:
1.
Bagaimana bentuk perkawinan dibawah umur yang
terjadi di Kabupaten Boalemo?
2.
Bagaimana dampak perkawinan dibawah umur
terhadap keharmonisan rumah tangga di Kabupaten Boalemo?
METODE PENELTIAN
A. Jenis
Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dilalui oleh
subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara holistik
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.[1] Sehingga penelitian ini akan
menghasilkan data yang akurat dan argumentasi yang dapat diterima serta dapat
dipertanggung jawabkan. Yang paling pokok dikaji dalam penelitian ini adalah
bentuk perkawinan dibawah umur dan dampaknya terhadap keharmonisan rumah tangga
di Kabupaten Boalemo, sehingga penelitian ini akan mampu menjawab masalah yang
diteliti.
B. Lokasi
Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Boalemo yang terdiri dari 7
Kecamatan, masing-masing Kecamatan Tilamuta, Mananggu, Botumoito, Dulupi,
Paguyaman, Wonosari dan Paguyaman Pantai. Namun, yang berhasil dilakukan
penelitian hanya pada 6 Kecamatan saja, 1 Kecamatan yaitu Paguyaman Pantai
tidak menjadi lokasi penelitian sebab hanya ada satu kasus perkawinan dibawah
umur. Alasan pengambilan lokasi ini sebagai lokasi penelitian disebabkan oleh
banyaknya kasus perkawinan anak dibawah umur yang dilakukan di Kabupaten
Boalemo, dengan berbagai macam persoalan yang ada sehingga hal ini menarik
untuk diteliti.
C. Sumber
Data Penelitian
Data
dapat diperoleh langsung dari lapangan termasuk laboratorium. Ini disebut
sumber primer. Sumber dari bacaan disebut sumber sekunder.[2] Untuk menjawab permasalahan penelitian,
diperlukan sumber data melalui studi kepustakaan untuk mencari konsep-konsep,
teori-teori, pendapat-pendapat, ataupun penemuan-penemuan yang berhubungan erat
dengan pokok-pokok masalah. Dalam penulisan ini data yang diperlukan adalah
data primer dan data sekunder,[3] yang terdiri dari; hasil wawancara, data
kasus, aturan perundang-undangan terkait, buku, artikel dan jurnal penelitian.
D. Pendekatan
Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan yuridis sosiologis. Pendekatan yuridis sosiologis adalah
mengidentifikasi dan mengkonsepsi hukum sebagai institusi sosial yang rill dan
fungsional dalam sistem kehidupan yang nyata.[4] Selain itu, pendekatan yuridis sosiologis
merupakan penelitian yang dilakukan terhadap keadaan nyata masyarakat atau
lingkungan masyarakat dengan maksud dan tujuan untuk menemukan fakta (fact-finding),yang
kemudian menuju pada identifikasi (problem-identification) dan pada
akhirnya menuju kepada penyelesaian masalah (problem-solution) [5] Pendekatan yuridis sosiologis lebih
menekankan pada penelitian yang bertujuan memperoleh pengetahuan hukum secara
empiris dengan jalan terjun langsung pada obyek penelitian yaitu untuk
mengetahui praktek perkawinan dibawah umur dan dampaknya terhadap keharmonisan
rumah tangga di Kabupaten Boalemo.
E. Metode
Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan dan analisis data adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, memilih dan memilahnya menjadi
satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, dikelola dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang
dapat diceritakan. [6]
Data yang telah diperoleh, selanjutnya
dilakukan pemeriksaan dan pengkajian lebih dalam untuk menjamin keakuratan data
dan dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan aturan, teori dan konsep.
Kemudian dilakukan pembahasan, pemeriksaan dan pengelompokan ke dalam
bagian-bagian tertentu untuk diolah menjadi data informasi. Hasil analisa
data akan diinterpretasikan untuk
menjawab persoalan dalam rumusan masalah dalam penelitian ini dan diharapkan
dapat memperluas wawasan khususnya dalam bidang hukum keluarga.
PEMBAHASAN
A. Bentuk
Perkawinan Dibawah Umur Yang Terjadi Di Kabupaten Boalemo
Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Boalemo
tentang Praktik perkawinan dibawah umur dan dampaknya terhadap keharmonisan
rumah tangga, berhasil menemukan fakta untuk menjawab permasalahan yang
diteliti. Dalam data perkawinan dibawah umur yang terjadi di Kabupaten Boalemo
sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2016, dari 59 kasus perkawinan dibawah
umur yang ada di Kabupaten Boalemo, terdapat 36 kasus perkawinan dibawah umur
yang berhasil di wawancarai.
Berdasarkan hasil temuan dilapangan dalam
proses penelitian terungkap beberapa fakta tentang bentuk perkawinan dibawah
umur yang dilakukan di Kabupaten Boalemo antara lain:
1. Perkawinan Melalui Proses
Dispensasi Nikah Di Pengadilan Agama
Proses
dispensasi nikah yang banyak dilakukan di Pengadilan Agama merupakan wujud
perhatian dan ketaatan masyarakat terhadap proses pelaksanaan perkawinan
dibawah umur dalam rangka melindungi dan memberikan status yang jelas terhadap
perkawinan. Sebab, perkawinan dibawah umur tanpa dispensasi nikah akan menjadi
perkawinan yang tidak sah dalam hukum negara di Indonesia karena tidak
terdaftar. Tentang batas umur perkawinan di Indonesia pada pasal 7 ayat (1)
disebutkan: “Perkawinan hanya diizinkan jika laki-laki sudah mencapai umur 19
(sembilan belas) tahun dan perempuan sudah mencapai umur 16 (enam belas)
tahun”. Dan dalam ayat (2) disebutkan: “Dalam hal penyimpangan terhadap ayat
(1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan dan Pejabat lain, yang
ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita. Pasal inilah yang
menjadi salah satu dasar pelaksanaan dispensasi nikah dalam perkawinan dibawah
umur.
Data
perkawinan dibawah umur dalam Penelitian ini, yang diangkat sebagai obyek
penelitian adalah data perkawinan dibawah umur yang terdaftar dan telah melalui
proses dispensasi nikah di Pengadilan Agama Tilamuta. Data ini diambil untuk
memudahkan penelusuran terhadap perkawinan dibawah umur yang terjadi di
Kabupaten Boalemo, sebab ada banyak perkawinan dibawah umur yang dialakukan di
Kabupaten Boalemo tetapi dilakukan dengan cara yang tidak terdaftar sehingga
sangat sulit untuk melakukan penelusuran terhadap perkawinan semacam ini.
Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukan bahwa ternyata dispensasi
nikah tidak sepenuhnya dilakukan dengan cara yang baik dan benar. Sebab, ada
beberapa permasalahan yang justru muncul dalam proses dispensasi nikah di
Pengadilan Agama Tilamuta antara lain dispensasi nikah dilakukan setelah
perkawinan dilangsungkan, dispensasi nikah memberatkan orang tua pelaku
perkawinan dibawah umur dan rekomendasi dispensasi nikah yang tidak disampaikan
ke KUA sebagai tempat untuk mendaftarkan perkawinan sehingga ada yang sudah
melakukan dispensasi nikah tetapi akhirnya tidak terdaftar dan tidak memiliki
buku nikah hingga saat ini.
Tabel 1
Kondisi
Dispensasi Nikah Dalam Perkawinan dibawah umur
Di
Kabupaten Boalemo
Tahun
|
Jumlah Perkara
|
Kondisi Dispensasi Nikah
|
|||
Nikah Sebelum Dispensasi
|
Dispensasi Nikah Tdk Disampaikan
Ke KUA
|
Mengakibatkan Persidangan
Lainnya
|
Dilakukan Sesuai Prosedur
|
||
2010
|
2
|
1
|
-
|
-
|
1
|
2011
|
3
|
1
|
-
|
-
|
2
|
2012
|
5
|
1
|
1
|
1
|
2
|
2013
|
5
|
1
|
1
|
-
|
3
|
2014
|
5
|
-
|
2
|
-
|
3
|
2015
|
4
|
1
|
-
|
-
|
3
|
2016
|
12
|
2
|
1
|
2
|
8
|
Total
|
36
|
7
|
5
|
3
|
23
|
Data ini menunjukan bahwa
proses dispensasi nikah yang telah dilakukan di Pengadilan Agama Tilamuta
sebenarnya sudah merupakan langkah yang sangat baik dalam melindungi hak anak
dalam pelaksanaan perkawinan yang sah. Namun, ternyata masih ada juga yang
tidak taat dengan aturan yang telah diatur dalam proses dispensasi nikah
seperti perkawinan yang dilakukan sebelum proses dispensasi nikah dikeluarkan
oleh Pengadilan Agama, dari 7 kasus perkawinan semacam ini rata-rata mengakui
bahwa hal ini dilakukan karena ketidaktahuan terhadap aturan yang ada dan
merupakan tindakan penyelamatan terhadap anak yang akan menikah, karena saat
itu sudah dalam keadaan hamil dan dikhawatirkan anak yang berada dalam
kandungan akan lahir sebelum proses perkawinan.
Mudahnya proses dispensasi
nikah nampaknya mampu meningkatkan permohonan dispensasi nikah setiap tahunnya
di Pengadilan Agama Tilamuta, semua proses permohonan dispensasi nikah di
Pengadilan Agama Tilamuta berdasarkan hasil observasi memang dapat dikabulkan
dengan mudahnya, selama proses yang dilalui pihak pemohon sesuai dengan
prosedur, ada beberapa kasus yang sempat di tolak atau tidak dikabulkan hanya
karena persoalan administrasi saja, misalnya ketidakhadiran pemohon dalam
sidang dan pemohon yang mengajukan bukan orang tua atau wali anak. Kenyataan di
lapangan ternyata beberapa kasus yang sempat di tolak dan dinyatakan gugur
permohonan dispensasi nikah oleh Pengadilan Agama Tilamuta telah melakukan
perkawinan tidak tercatat karena persoalan dispensasi nikah. Dengan demikian
berapa pun umur yang akan menikah selama prosesnya sesuai prosedur dan dinilai
sudah layak oleh hakim maka dispensasi bisa dikabulkan.
2. Perkawinan Dengan Usia
Terendah
Perkawinan dibawah umur yang terjadi di Kabupaten Boalemo memang
memiliki keragaman dan keunikan tersendiri, terutama dalam hal kondisi umur
pelaku perkawinan dibawah umur. Berdasarkan aturan dalam KHI pasal 15 ayat 1
dan UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 7 ayat 1, sama-sama memberikan
standar umur dalam perkawinan adalah 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun
untuk laki-laki. Namun, dalam pasal 7 ayat 2 menegaskan bagi yang tidak
mencapai standar umur diatas boleh mengajukan dispensasi ke pengadilan yang
diajukan oleh orang tua baik orang tua perempuan maupun laki-laki, sebagai
syarat untuk memperoleh perkawinan yang tercatat.
Mengenai kondisi umur pada saat terjadinya
perkawinan dibawah umur di Kabupaten Boalemo seperti apa yang ada dalam gambar
diatas, termasuk perkawinan yang tidaklah layak untuk dilakukan kalau di
pikirkan secara akal sehat manusia, Sebab, terdapat anak yang menikah di usia
11 s/d 13 tahun dan bahkan ada yang masih duduk di bangku SD. Tetapi karena
adanya aturan dalam undang-undang dan KHI yang berlaku di Indonesia untuk
mengatur proses perkawinan, yang secara tidak langsung membolehkan perkawinan tersebut,
maka perkawinan pun terjadi. Hal lain yang menyebabkan perkawinan dibawah umur
karena memang rendahnya pemahaman orang tua dan pelaku itu sendiri terhadap
dampak yang ditimbulkan akibat dari perkawinan di usia yang masih terlalu muda,
seperti apa yang terjadi pada kasus perkawinan berikut ini.
Bagaimana mungkin rumah tangga akan bahagia
kalau di dalam rumah tangga sepasang suami istri masih dalam proses belajar
dalam berumah tangga, tanpa bekal ilmu dan tanpa bekal pendidikan yang layak,
mengingat hidup di zaman sekarang ini pendidikan yang lebih diutamakan, untuk
mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Perkawinan dengan usia yang
masih sangat muda ini, dengan mengorbankan masa muda, pendidikan dan masa depan
memang menimbulkan kekhawatiran banyak pihak. Kekhawatiran ini muncul
disebabkan oleh faktor umur yang dirasa belum layak anak yang masih sangat muda
sudah mengemban tugas dan tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga dan sebagai
kepala rumah tangga, begitu pula dengan kehidupan anak-anaknya nanti yang bisa
jadi didikannya pun tidak dilakukan secara maksimal dan terarah. Dengan
demikian keharmonisan rumah tangga dari perkawinan dibawah umur ini tidak akan
terjalin dengan baik.
3. Perkawinan Dengan
Perempuan/Laki-Laki Yang Lebih Tua
Ukuran kedewasaan
seseorang memang tidak hanya di lihat dari berapa umurnya saat ini, tetapi juga
dapat di lihat dari berbagai macam aspek yang mempengaruhi tingkat kedewasaan
seseorang, antara lain dari cara berfikirnya. Perkawinan dibawah umur yang
terjadi di Kabupaten Boalemo memang sangat beragam permasalahannya hingga
menyebabkan perkawinan dibawah umur itu mudah terjadi. Perkawinan di usia yang
telah mapan dan dewasa sangatlah dianjurkan dengan alasan demi keutuhan rumah
tangga, meminimalisir terjadinya kekerasan dalam rumah tangga dan meminimalisir
terjadinya perceraian, sebab perkawinan di usia yang masih sangat muda sangat
rentan terjadinya masalah yang diakibatkan oleh tingkat berfikir yang masih
sangat labil. Namun, saat ini tak dapat dipungkiri lagi perkawinan dibawah umur
yang terjadi di Kabupaten Boalemo sebagai bukti bahwa hal itu tidak berlaku
lagi.
Berdasarkan hasil penelitian, ada hal menarik
terjadi dalam perkawinan dibawah umur di Kabupaten Boalemo yaitu perkawinan
dibawah umur dengan salah satu pasangan yang lebih tua. Perkawinan semacam ini
sebenarnya merupakan sesuatu hal yang biasa terjadi dan masih dalam tataran
yang normal-normal saja, tetapi dalam pembahasan ini ada sedikit berbeda dengan
kejadian yang biasanya terjadi yaitu dua kasus perkawinan antara perempuan di
bawah umur dengan laki-laki yang lebih tua dengan rentan umur yang cukup jauh
antara 23-25 tahun, kemudian ada dua kasus perkawinan dibawah umur antara
laki-laki dibawah umur dengan perempuan yang lebih tua dengan rentan umur yang
tidak terlalu jauh hanya 3 tahun.
Zaman sekarang ini masalah rumah tangga akan
muncul disaat masing-masing tidak mampu mengimbangi kehidupan rumah tangganya,
baik dari tingkat kedewasaan berfikir, tingkat ekonomi maupun tingkat
emosionalnya. Dalam berumah tangga bisa jadi pasangan yang lebih dewasa akan
lebih memahami pasangannya yang masih dibawah umur, mereka akan merasa lebih
disayangi dan merasa nyaman disebabkan oleh sikap pasangan yang lebih tua
menjadi pelindung bagi dirinya. Sehingga kehidupan rumah tangga perkawinan
semacam ini akan terhindar dari kekerasan dalam rumah tangga dan akan terjalin
harmonisasi dalam rumah tangganya.
4. Seks Bebas Sebelum Perkawinan
Perkawinan
merupakan perintah agama bagi orang yang sudah mampu untuk melaksanakannya baik
mampu secara lahir maupun bathin. Dengan perkawinan orang akan terhindar dari
perbuatan zina dan seks bebas diluar perkawinan, hal ini sesuai dengan salah
satu tujuan perkawinan yang didalamnya menjelaskan bahwa perkawinan merupakan
jalan alami dan biologis untuk menyalurkan dan memuaskan hasrat seksual
seseorang sekaligus mampu menjaga pandangan mata, menenangkan jiwa dan mampu
menjaga dari perbuatan yang terlarang.
Perkawinan dibawah umur yang terjadi di
Kabupaten Boalemo hampir rata-rata dilakukan disebabkan oleh seks bebas sebelum
perkawinan hingga menyebabkan perempuan hamil di luar nikah, hasil dari
perbuatan terlarang berupa perilaku seks bebas dan berhubungan seks layaknya
suami istri yang dapat dikategorikan sebagai perzinahan. Hal ini banyak dilakukan
oleh sebagian remaja dibawah umur yang belum layak untuk menikah di Kabupaten
Boalemo yang akhirnya banyak merugikan diri sendiri.
Tabel 2
Data
Perkawinan Dibawah Umur
Yang
Melakukan Seks Bebas Sebelum Perkawinan
Kondisi
|
Jumlah
|
|
Hamil
|
25
|
|
Tidak Pernah Melakukan
|
3
|
|
Pernah Melakukan
|
8
|
|
Total
|
36
|
Perkawinan
hamil di luar nikah sebagai akibat dari terjadinya perbuatan asusila bukanlah
sesuatu hal yang baru lagi dalam proses perkawinan saat ini, karena perkawinan
semacam ini dimana-mana pasti ada kejadian yang sama. Walaupun begitu, hal ini
masih tetap menjadi masalah serius yang harus dipecahkan untuk mendapatkan
titik terang dan solusi terbaik agar mampu meminimalisir perkawinan semacam
ini. Kehadiran undang-undang atau aturan lainnya di Indonesia masih terlalu
lemah dan terkesan tidak tegas dalam meminimalisir terjadinya perkawinan karena
hamil di luar nikah. Padahal yang lebih banyak menjadi korban dalam kejadian
ini adalah anak-anak yang masih belum layak untuk dinikahkan dan masih butuh perlindungan
secara hukum.
Perbuatan
asusila dan perilaku seks bebas pada anak-anak sudah selayaknya mendapatkan
perhatian serius dari pemerintah untuk mencarikan solusi yang tepat dalam
mengatasi masalah ini. Kalau rata-rata perilaku seperti ini bisa diselesaikan
dengan cara menikahkan, hal ini tidak akan efektif karena justru hanya akan
memanjakan para pelaku yang berfikir kalau sudah terjadi sesuatu pasti jalan
terakhir akan dinikahkan juga. Dengan begitu mereka akan semakin nyaman
melakukan perbuatan yang seharusnya dilarang, masih lebih baik kalau pelaku
berbuat semacam ini hamil dan kemudian dinikahkan tetapi bagamana dengan pelaku
lainnya yang tidak hamil tetapi sering melakukan perbuatan terlarang, maka
perkawinan tidak terjadi tetapi penderitaan berkeanjangan pada anak akan lama
dirasakannya.
5. Perkawinan Tanpa Restu Orang
Tua
Perkawinan
pada dasarnya merupakan sesuatu ikatan suci antara seorang laki-laki dan
perempuan dan wajib untuk di publikasikan kepada khalayak demi menghindari
pandangan buruk terhadap perkawinan yang tidak di publikasikan. Restu orang tua
dalam sebuah ikatan perkawinan merupakan salah satu penentu baik buruknya
hubungan rumah tangga setelah perkawinan. Terkadang ada orang tua yang cukup
keras dalam melarang perkawinan dibawah umurnya karena status sosialnya yang
tidak sama, karena alasan pendidikan dan karena menganggap belum layak untuk
menikah di usia yang masih terlalu muda. Kejadian semacam ini terjadi di
Kabupaten Boalemo di 4 kasus perkawinan dibawah umur yang tanpa restu orang tua
salah satu pihak.
Munculnya
wali adhol yang berawal dari tidak adanya restu orang tua dalam perkawinan
tersebut diatas, sebenarnya tidak bisa disalahkan sepenuhnya kepada anak-anak
yang sudah sepakat melangsungkan perkawinan. Peran orang tua sebenarnya harus
dipertanyakan dalam hal ini, kenapa nanti pada saat mendekati perkawinan baru
menyatakan diri tidak setuju, padahal sebelumnya membiarkan anaknya bebas
melakukan apa saja yang ia inginkan. Orang tua seharusnya melakukan
instrospeksi diri ketika terjadi hal semacam ini, sejauh mana proses
pengawasannya, perhatiannya dan peranannya dalam menjaga anak-anaknya hingga
kejadian ini terjadi bukan malah menyalahkan sepenuhnya kepada anak-anaknya.
B. Dampak
Perkawinan Dibawah Umur Terhadap Keharmonisan Rumah Tangga
Perkawinan
dibawah umur yang banyak terjadi di tengah-tengah masyarakat khusunya di
Kabupaten Boalemo, memberikan gambaran yang sebenarnya tentang realitas
perkawinan dibawah umur yang banyak memberikan dampak negatif terhadap
keharmonisan rumah tangga pelaku perkawinan dibawah umur. Kehidupan rumah
tangga yang seharusnya bahagia, rukun dan damai justru tidak selamanya tercapai
sesuai harapan banyak orang yang melakukannya. Pemahaman terhadap aturan hukum
keluarga yang dalam hal ini mengatur tentang perkara perdata antara lain
perkawinan dan juga faktor umur yang masih sangat muda untuk menjalani
kehidupan rumah tangga, bisa jadi merupakan bagian dari faktor yang menyebabkan
tidak tercapainya tujuan perkawinan.
Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan untuk mengukur tingkat keharmonisan rumah
tangga dalam perkawinan dibawah umur di Kabupaten Boalemo, maka digunakan
instrumen penelitian dengan menggunakan angket yang disebar kepada para pelaku
perkawinan dibawah umur. Dari total 36 kasus perkawinan dibawah umur yang
diteliti dibagi menjadi dua kelompok, kelompok yang pertama merupakan kelompok
yang telah berpisah dengan pasangannya sebanyak 8 kasus, sehingga dapat
dipastikan bahwa kelompok ini rumah tangganya memang sudah tidak harmonis lagi.
Kemudian kelompok kedua sebanyak 28 kasus yang masih hidup bersama sampai saat
ini. Dengan demikian kelompok kedua yang menjadi fokus dalam sebaran angket
untuk mengukur tingkat keharmonisan rumah tangga. Hasil sebaran angket ini
dapat terungkap fakta bahwa perkawinan dibawah umur dapat memberikan dampak
negatif yang cukup besar terhadap keharmonisan rumah.
Keharmonisan
rumah tangga dapat diukur berdasarkan 3 faktor pendukung tercapainya
keharmonisan dalam rumah tangga yaitu; 1) Faktor kesejahteraan jiwa, 2) Faktor
kesehatan, dan 3) Faktor ekonomi rumah tangga. Ketiga faktor ini saling
mendukung antara satu dengan yang lainnya sehingga kalau salah satunya saja ada
yang lemah dalam rumah tangga maka dapat dinilai bahwa rumah tangga termasuk
dalam kategori yang tidak harmonis.
1. Faktor Kesejahteraan Jiwa
Keharmonisan rumah tangga salah satunya dapat
dipengaruhi oleh tercapainya Kesejahteraan jiwa, hal ini ditunjukan dengan
redahnya frekwensi pertengkaran dan percekcokan di rumah, saling mengasihi,
saling membutuhkan, saling tolong-menolong antar sesama keluarga, kepuasan
dalam pekerjaan dan pelajaran masing-masing yang merupakan indikator-indikator
dari adanya jiwa yang bahagia, sejahtera dan sehat.
Beberapa instrumen dari faktor kesejahteraan
jiwa setelah dilakukan penelitian terhadap objek yang diteliti, menunjukan
bahwa perkawinan dibawah umur masih jauh dari kategori keluarga yang harmonis.
kejadian ini lebih banyak disebabkan oleh; 1) Rendahnya tingkat pendidikan
pelaku perkawinan dibawah umur. 2) Tingginya frekuensi percekcokan dalam
perkawinan dibawah umur, lebih banyak diakibatkan oleh faktor usia yang masih
sangat labil dalam berumah tangga. Masalah yang sering muncul pun mulai dari
masalah kecil hingga masalah yang lebih besar.
Perkawinan di bawah umur yang terjadi di
Kabupaten Boalemo, dari 8 kasus yang telah bercerai rata-rata menunjukan pernah
terjadi kekerasan dalam rumah tangga yang berakhir dengan perceraian, sementara
28 kasus lainnya pernah terjadi kekerasan dan sering terjadi percekcokan dalam
rumah tangga namun masih tetap hidup bersama walau dalam kondisi yang serba kekurangan.
Meskipun dalam 16 kasus dapat dinyatakan kurang harmonis berdasarkan hasil
sebaran angket dari kasus 28 kasus perkawinan dibawah umur yang masih hidup
bersama, namun nyatanya perkawinan ini masih dalam kondisi yang baik-baik saja
dan masih mempertahankan kehidupan rumah tangganya, walaupun sebenarnya tidak
terjalin keharmonisan rumah tangga dengan baik. Mempertahankan rumah tangga
memang merupakan langkah yang sangat tepat, sebab perpisahan itu juga belum
tentu dapat menyelesaikan masalah, bisa jadi rumah tangga yang awalnya buruk
namun akhirnya akan lebih baik karena banyak pelajaran yang bisa diambil untuk
menuju masa depan rumah tangga yang lebih baik.
2. Faktor Kesehatan
Seringnya
anggota keluarga yang sakit, banyak pengeluaran ke dokter, untuk obat-obatan,
dan rumah sakit tentu akan mengurangi dan menghambat tercapainya kesejahteraan
keluarga. Tercapainya faktor kesehatan pada perkawinan dibawah umur di
Kabupaten Boalemo ini, lebih banyak dipengaruhi oleh fasilitas kesehatan yang
sudah memadai sampai ke tingkat desa sehingga dapat dengan mudah dijangkau,
kecuali di beberapa wilayah yang masih termasuk kategori desa terpencil
sehingga akses untuk menuju tempat pelayanan kesehatan membutuhkan biaya yang
cukup besar. Selain itu penggratisan pelayananan kesehatan oleh pemerintah dan
pemberian jaminan sosial kesehatan kepada masyarakat yang kurang mampu juga
dapat membantu tercapainya kesejahteraan fisik sehingga tidak terlalu banyak
mengeluarkan biaya ketika dalam kondisi sakit.
Penanganan
kesehatan akibat perkawinan dibawah umur yang dilakukan oleh tenaga medis tanpa
membeda-bedakan status pasien, ini merupakan bukti bahwa jaminan kesehatan
terhadap masyarakat sangat dijaga oleh pemerintah yang menangani masalah
kesehatan. Semua ini sebenarnya dikembalikan kepada diri masing-masing pelaku
kalau sekiranya menginginkan jaminan kesehatan yang lebih layak, mengingat
perkawinan dibawah umur jaminan ekonomi rumah tangganya sangat rendah maka
sebaiknya perkawinan dibawah umur jangan dilakukan agar kesehatan pun dapat
terjalin dan terjaga dengan baik terutama dalam proses persalinan dan kesehatan
ibu dan anak yang juga sangat mempengaruhi proses keharmonisan rumah tangga,
sebab kesehatan itu membutuhkan biaya yang cukup banyak sehingga mampu
mempengaruhi kondisi ekonomi rumah tangga.
3. Faktor Ekonomi Rumah Tangga
Masalah
ekonomi rumah tangga dalam perkawinan di bawah umu dapat dilihat dari
perimbangan antara pengeluaran dan pemasukan pada perkawinan dibawah umur, hal
ini bukanlah masalah baru lagi dalam masyarakat, sebab sudah menjadi masalah
umum dalam setiap perkawinan yang ada. Adanya hubungan atau ikatan perkawinan
seharusnya mampu merubah kesejahteraan dalam rumah tangga yang telah dipersatukan
dalam ikatan perkawinan. Namun terkadang dengan adanya ikatan perkawinan justru
malah memperburuk keadaan yang sebelum menikah memang sudah serba kekurangan
setelah menikah justru kehidupannya menjadi sama atau bahkan lebih buruk dari
sebelumnya. Padahal sebuah ikatan perkawinan kalau dilihat dari sisi agama
Islam justru malah akan banyak mendatangkan rezeki, tetapi kenyataannya dalam
perkawinan dibawah umur yang terjadi di Kabupaten Boalemo ini tidak sesuai
harapan dalam agama Islam.
Kondisi perkawinan
dibawah umur di kabupaten Boalemo berdasarkan hasil temuan secara fisik pada
saat melakukan proses wawancara pada 36 kasus di rumah pelaku:
Tabel 3
Kondisi
Ekonomi
Kasus
Perkawinan dibawah umur
No
|
Tahun
Kawin
|
Jumlah
Perkawinan
|
KK
Miskin
|
Mampu
|
Persentase
Kemiskinan
|
1
|
2010
|
2
|
2
|
-
|
100%
|
2
|
2011
|
3
|
2
|
1
|
67%
|
3
|
2012
|
5
|
5
|
-
|
100%
|
4
|
2013
|
5
|
5
|
-
|
100%
|
5
|
2014
|
5
|
5
|
-
|
100%
|
6
|
2015
|
4
|
4
|
-
|
100%
|
7
|
2016
|
12
|
11
|
1
|
92%
|
Jumlah
|
36
|
34
|
2
|
95%
|
Berdasarkan
data kondisi ekonomi perkawinan dibawah umur diatas ini, menunjukan bahwa
persentase angka kemiskinan dalam perkawinan dibawah umur sangat tinggi.
Sekitar 95% perkawinan dibawah umur berada dalam angka kemiskinan. Kehidupan
rumah tangga yang seharusnya bahagia dengan kebutuhan rumah tangga yang
terpenuhi tidaklah terjadi dalam perkawinan dibawah umur. Hasil penelitian yang
dilakukan melalui proses wawancara dan observasi langsung di lokasi penelitian
rata-rata menunjukan kehidupan yang sangat memprihatinkan, ada yang masih
tinggal bersama dengan orang tuanya, ada yang tidak punya pekerjaan sampai saat
ini, ada yang masih menggantungkan kehidupannya kepada orang tua, bahkan ada
yang rumahnya sangat tidak layak huni. Dari beberapa kasus ini hanya ada dua
kasus yang saat ini kehidupannya terlihat tidak ada masalah dalam kebutuhan
rumah tangga, karena semuanya terpenuhi yang disebabkan oleh kedua pelaku ini
memang berasal dari keluarga yang cukup mampu.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian pada obyek
penelitian dalam proses perkawinan dibawah umur, maka dapat disimpulkan bahwa,
praktek perkawinan dibawah umur dan dampaknya terhadap kehidupan rumah tangga
di Kabupaten Boalemo adalah sebagai berikut:
1.
Bentuk perkawinan dibawah umur yang terjadi di
Kabupaten Boalemo berdasarkan hasil wawancara dalam proses penelitian ini
berhasil menemukan ada 5 (lima) bentuk perkawinan dibawah umur yang menjawab
permasalahan dalam penelitian ini, yaitu; 1) Perkawinan dilakukan melalui
proses dispensasi nikah di Pengadilan Agama. 2) Perkawinan dengan usia terendah.
3) Perkawinan dengan laki-laki/perempuan yang lebih tua. 4) Seks bebas sebelum
perkawinan. 5) Perkawinan tanpa restu orang tua, Bentuk perkawinan yang telah
dibahas ini merupakan bentuk-bentuk perkawinan dibawah umur yang banyak di
praktekan dalam masyarakat Kabupaten Boalemo.
2.
Adapun dampak perkawinan dibawah umur di
Kabupaten Boalemo berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan melalui proses
observasi, wawancara dan sebaran kuisioner pada responden pelaku perkawinan
dibawah umur ditemukan faktor-faktor dalam perkawinan dibawah umur setelah
proses perkawinan terjadi yang sangat mempengaruhi tingkat keharmonisan rumah
tangga, yaitu; 1) Faktor kesehatan, hal ini merupakan faktor yang mempengaruhi
tingkat kesejahteraan secara fisik. 2) Faktor kesejahteraan jiwa, ketidakharmonisan rumah tangga pada
faktor kesejahteraan jiwa dapat dilihat dari beberapa instrumen yang
menunjukan, tingginya frekuensi pertengkaran dan percekcokan, adanya kekerasan
dalam rumah tangga, seringnya terjadi perbedaan pendapat. dan 3) Faktor
ekonomi rumah tangga, dimana jika pendapatan dan pengeluaran berimbang maka
kehidupan rumah tangga pun akan terasa nyaman dan damai, namun jika pengeluaran
lebih besar dari pada penghasilan yang didapatkan maka akan sangat mempengaruhi
proses dalam berumah tangga. Ketiga faktor ini menjadi tolok ukur keharmonisan
rumah tangga, yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya, sehingga
apabila salah satu tidak tercapai maka rumah tangga dapat dikategorikan sebagai
rumah tangga yang tidak harmonis. Keharmonisan rumah tangga akan mampu tercapai
dengan baik jika perkawinan berjalan dengan baik tanpa masalah.
B.
Rekomendasi
Untuk mewujudkan ketertiban
dan ketaatan hukum dalam proses perkawinan dibawah umur tentunya banyak hal
yang harus dibenahi dalam proses ini terutama dalam rangka perbaikan aturan
yang berlaku, ketegasan terhadap aturan yang ada dan juga peningkatan kesadaran
masyarakat khususnya remaja dan orang tua. Sehingga berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan dapat memberikan rekomendasi sebagai masukan
positif demi terwujudnya tata aturan hukum yang lebih baik, antara lain:
1.
Penting melakukan revisi terhadap Undang-Undang
No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya pada pasal 7 dan KHI pasal 15
tentang batasan usia perkawinan, harapannya bisa lebih tegas lagi dalam
pemberian batasan usia perkawinan dengan tidak memberikan keleluasaan melalui
proses dispensasi nikah, dengan demikian proses dispensasi nikah hanya dapat
diberikan kepada pelaku perkawinan dengan usia yang sudah ditentukan, dan kalau
hal tersebut masih dilanggar maka sebaiknya ada sangsi yang tegas sehingga
mampu mengurangi perkawinan dibawah umur yang banyak terjadi.
2.
Perlunya kerja sama antara Kementerian Agama,
Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan juga para penegak aturan dalam hal ini
Kejaksaan, Kepolisian, Pengadilan dan lainnya, untuk bekerja sama melakukan
proses sosialisasi, edukasi, penyadaran dan pembinaan di kalangan remaja pra
nikah atau usia sekolah terhadap bahaya perkawinan dibawah umur, agar
perkawinan dibawah umur mendapatkan perlindungan hukum akibat dari kekerasan
seksual, KDRT, penelantaran dan keberlanjutan pendidikan anak.
3.
Lebih memperhatikan prosesi adat perkawinan
yang dilakukan dalam proses perkawinan dibawah umur, sebab terdapat prosesi
perkawinan dibawah umur yang dilakukan tidak sesuai dengan tata aturan adat
yang sebenarnya, yang bisa jadi hanya akan merusak kesakralan dari sebuah
prosesi adat. Sehingga seharusnya dalam proses perkawinan wanita hamil tidak
dilaksanakan dengan menggunakan prosesi adat sebagai hukuman adat terhadap
pelaku perkawinan yang melanggar ketentuan adat.
DAFTAR PUSTAKA
Abu
Syuqqah, Abd. Halim, Kebebasan Wanita, (Jakarta: Gema Insani, 1999).
Al-Asqolani,
Ibnu Hajar, Fathul Ba‟an, Penjelasan Kitab Shahih Al-Bukhori jilid
15, (Jakarta: pustaka Azzam, 2006).
Al
‘Ati, Mahmudah ‘Abd., Keluarga Muslim, (Surabaya: Bina Ilmu, 1984).
Al-Batawy, Saiful Anwar, Rahasia Rumah
Tangga Harmonis Seperti Rasul, (Jakarta: Kunci Iman, 2012).
Al-Buthi, Muhammad Said Ramadhan, Perempuan Dalam Pandangan Hukum Barat dan
Islam, (Yogyakarta: Suluh Press, 2005).
Al-Kuthbi, Moh. Habib, Tesis: Dampak
Perkawinan Dibawah Umur Terhadap Hubungan Dalam Rumah Tangga. (Yogyakarta:
UIN Sunan Kalijaga, 2016).
As-Subki,
Ali Yusuf, Fiqh Keluarga Pedoman Berkeluarga Dalam Islam, (Jakarta:
Sinar Grafika Offseet, 2010).
Amiruddin,
Asikin, Zainal, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004).
Basri, Hasan, Merawat Cinta Kasih. (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1996).
Basyir,
Ahmad Azhar, Hukum Perkawinan Islam, (Cet. 9, Yogyakarta: UII Press,
2000).
Cansil,
C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Cet. VIII
(Jakarta: Balai Pustaka, 1989).
Departemen Agama RI,
Al-Qur’an dan Terjemah “Mushaf Fatimah”,
(Jakarta: Pustaka Al-Fatih, 2009).
Departemen Agama RI, Pedoman Pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: 1985/1986).
Ghazaly,
Abd. Rahman, Fiqih Munakkahat, (Jakarta: Kencana, 2006).
Hamdani, Risalah
Al-Munakkahah, (Jakarta: Citra
Karsa Mandiri, 1995).
Hanafi, Yusuf, Kontroversi Pernikahan Anak
di Bawah Umur, (Mandar Maju, 2011)
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia.
Irfan,
Lukman A., Seri Tuntutan Praktis Nikah, (Yogyakarta: Mitra Pustaka,
1997).
Ishak,
Ajub, Hukum Perdata Islam Di Indonesia Dan Praktek Perkawinan Dalam Bingkai
Adat Gorontalo, (Cet. I, Gorontalo: Sultan Amai Press, 2014).
J.
Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset, 2013).
Jahar,
Asep Saepudin, Nurlaelawati, Euis, dan Arifin, Jaenal Hukum Keluarga, Pidana
Dan Bisnis, (Cet. I, Jakarta: Kencana, 2013).
Junaidi,
Dedi, Bimbingan Perkawinan, Membina Keluarga Sakinah Menurut Al-Quran Dan
As-Sunah, (Cet. I, Jakarta: Akademika Presindo 2000).
Khallaf,
Abd. Wahab, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Ilmu Ushul Fiqih, alih bahasa
Noer Iskandar al Barsany, Moh. Tolchah Mansoer, Ed. I., Cet. VII (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2002).
Kamal, Abu Malik, Fiqih Sunnah Wanita, (diterjemahkan oleh
Ghozi. M), (Cet. I, Bandung: Cordoba Internasional Indonesia, 2016).
Kau,
Sofyan A.P., Cara Mudah Menulis Proposal Skripsi Dan Tesis, (Gorontalo:
Sultan Amai Press, 2016).
Kuzairi, Achmad, Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995).
Lamintang,
P.A.F., dan Lamintang, Theo, Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan dan Norma
Kepatutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011).
Mazhari, Husain, Membangun Surga Dalam Rumah Tangga,
(Bogor: Cahaya, 2004).
Manan,
Abdul, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Cet. IV,
Jakarta: Prenada Media Grup, 2014).
Muhandid,
Husen, Fiqh Perempuan “Refleksi Kyai atas Wacana Agama & Gender”,
(Yogyakarta: Kerta.LKIS, 2001).
Mulia,
Siti Musda, Membangun Surga Di Bumi “Kiat-Kiat Membina Keluarga Ideal Dalam
Islam”, (Jakarta: Gramedia, 2011).
Muthiah,
Aulia, Hukum Islam Dinamika Seputar Hukum Keluarga, (Cet. I, Yogyakarta:
Pustaka Baru Press, 2017).
Nasution,
S., Metode Research (Penelitian Ilmiah), (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2014).
Nirwana,
Ade Benih, Psikologis Kesehatan Wanita, (Yogyakarta: Nuha Medika, 2011).
Purbasari,
Indah, Hukum Islam Sebagai Hukum Positif Di Indonesia “Suatu Kajian di Bidang Hukum Keluarga,(Malang:
Setara Press, 2017).
Qaimi, Ali, Menggapai Langit Masa depan Anak,
(Bogor: Cahaya, 2002).
Rajafi, Ahmad, Nalar Hukum Keluarga Islam Di Indonesia, (Cet. I, Yogyakarta: Istana Publishing, 2015).
Ramulyo,
Moh. Idris, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset,
1999).
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No.
9 Tahun 1975, tentang aturan pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan.
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 35
tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, perubahan atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Rofiq,
Ahmad, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Cet. I, Jakarta: Rajawali
Pers, 2013).
Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah, (Bandung:
PT. Al-Ma’arif, Juz IV, 2000).
Simorangkir,
J.C.T., Erwin, Rudy T., Prasetyo, J.T., Kamus Hukum, Cet. VI (Jakarta:
Sinar Grafika, 2005).\
Sudiyat, Sudiyat, Asas-Asas Hukum Adat Bekal Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 1991).
Syarifudin,
Amir, Hukum Perkawinan di Indonesia, Antara Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan,
(Jakarta: Pranada Media Group, 2006).
Tim Dosen PIF-Malang, Pengantar Dasar-Dasar
Kependidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1988).
Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989).
Tim
Penyusun BKKBN, DEPAG, NU, MUI dan DMI, Membangun Keluarga Sehat Dan
Sakinah, (Jakarta: BKKBN, 2008).
Usman,
Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia,
(Cet. I, Jakarta: Sinar Grafika, 2006).
Uwaidah,
Syaikh Kamil Muhammad, Fiqih Wanita, (Jakarta : Pustaka Al-kautsar,
1998).
Yango,
Chuzaimah T., Dan Anshari, Hafiz, Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1994).
Yusdani,
Menuju Fiqh Keluarga Progresif, Cet. I, (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara,
2015).
[1] Lexy J.
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset, 2013), cet. 31.
[2] S.
Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah), (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2014), cet. 14, h. 143.
[3]
Amiruddin, Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 31.
[4] Lexy J.
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset, 2013), cet. 31.
[5] Lexy J.
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 31.
[6] Lexy J.
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 31.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar