Minggu, 11 Agustus 2019

PEMBERIAN HIBAH BOLEH DIBATALKAN JIKA ADA UNSUR PEMBATALAN YANG TERPENUHI

“PEMBERIAN HIBAH BOLEH DIBATALKAN JIKA ADA UNSUR PEMBATALAN YANG TERPENUHI”
"Ilustrasi Pemberian Hibah"

Apa Yang Dimaksud Dengan Hibah…?
Kata Hibah berasal dari bahasa Arab yang telah diadopsi menjadi bahasa Indonesia. Kata ini merupakan mashdar dari kata pemberian. Secara bahasa, dapat dijelaskan bahwa hibah berasal dari akar kata (wahaba-yahabu-hibatan) yang berarti memberi atau pemberian, yang dapat berbentuk sedekah maupun hadiah. Secara umum dalam pengertian hibah mengandung hal-hal yang meliputi: 1) Ibraa, yaitu menghibahkan utang kepada yang berhutang; 2) Sedekah, yakni menghibahkan sesuatu dengan mengharapkan pahala di akhirat; 3) Hadiah, yakni pemberian yang menurut orang yang diberi itu untuk memberi imbalan.
Dalam pengertian umumnya di masyarakat hibah atau pemberian merupakan suatu pemberian yang dilakukan oleh sang pemberi hibah kepada seseorang baik kepada anaknya, saudaranya, ataupun keluarganya untuk dapat dimanfaatkan sesuai dengan yang mereka inginkan (seperti rumah, tempat usaha ataupun yang lainnya), hibah juga dapat diberikan kepada sekelompok orang tertentu untuk dibangunkan sesuatu hal yang bermanfaat untuk orang banyak. Hibah diberikan oleh pemberi hibah kepada penerima hibah secara sukarela tanpa ada penggantian suatu apapun dan dilakukan pada saat pemberi hibah masih hidup, berbeda dengan wasiat yang diberikan oleh pemberi wasiat setelah pemberi wasiat meninggal dunia.
Didalam ajaran Islam seluruh tindakan manusia harus didasarkan pada Al-Quran dan Hadis, termasuk juga dalam hal pemberian hibah, ada aturan-aturan yang semestinya dipahami sesuai dengan ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Quran dan Hadis, antara lain dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 262 yang artinya “orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperolah pahala disisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. Kemudian dalam hadis juga disyariatkan antara lain dalam salah satu hadis Dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda “Perumpamaan orang-orang yang menyedekakkan suatu sadaqah, kemudian menariknya kembali pemberiannya adalah seperti seekor anjing yang muntah kemudia memakan muntahnya kembali”. (HR. Muslim).
Selain itu Hibah juga telah diatur dalam hukum positif di Indonesia antara lain menurut Pasal 1666 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata): “Hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, diwaktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu barang guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu”.
Apa Saja Unsur-Unsur Hibah…?
Untuk mengetahui bagaimana prosedur pemberian hibah maka ada baiknya kita pahami dulu apa saja unsure-unsur dalam pemberian hibah, antara lain adalah sebagai berikut:
1.   Hibah merupakan perjanjian sepihak yang dilakukan dengan cuma-Cuma, dimana didalamnya tidak ada kontra prestasi dari pihak penerima hibah.
2.   Dalam pemberian hibah selalu disyaratkan bahwa penghibah mempunyai maksud untuk menguntungkan pihak yang diberi hibah.
3.   Adapun Objek perjanjian hibah adalah segala macam harta benda milik penghibah, baik berwujud maupun tidak berwujud, benda tetap maupun benda bergerak, termasuk juga segala macam piutang penghibah, jadi tidak hanya pemberian sebidang tanah saja yang dapat dikatakan sebagai hibah.
4.   Hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali ada perjanjian tertentu antara kedua belah pihak sebelum pemberian hibah yang kemudian dilanggar oleh penerima hibah.
5.   Penghibahan harus dilakukan pada waktu penghibah masih hidup bukan pada saat pemberi hibah telah meninggal dunia.
6.   Hibah harus dilakukan dengan akta notaris tidak bisa hanya dilakukan secara lisan, sebab hibah yang dilakukan tidak dalam bentuk tertulis akan sangat mudah untuk digugat oleh pihak ahli waris lainnya sebagai warisan yang belum dibagi karena tidak ada dasar pegangan yang kuat oleh sang penerima hibah.
Bagaimana Rukun Dan Syarat Hibah…?
Dalam Islam sesuatu akad hibah tidak akan terbentuk melainkan setelah memenuhi rukun dan syarat sebagai berikut: [1]
1.   Pemberi hibah (wahib) hendaklah seorang yang berkeahlian seperti sempurna akal, baligh, dan rushd. Pemberi hibah punya barang yang dihibahkan, oleh karena itu pemilik harta mempunyai kekuasaan penuh atas hartanya. Hibah boleh dibuat tanpa had kadar serta kepada siapa yang disukainya termasuk kepada orang bukan Islam, selama tidak melanggar syara’.
2.   Penerima hibah (Al-mawhub lahu) boleh terdiri dari siapapun asalkan dia mempunyai keupayaan memiliki harta mukallaf dan bukan mukallaf. Sekiranya penerima hibah bukan mukallaf seperti masih belum cakap hukum, hibah boleh diberikan kepada walinya atau pemegang amanah bagi pihaknya. Penerima hibah harus menerima harta yang dihibahkan dan berkuasa memegangnya.
3.   Barang atau harta yang dihibahkan (Al-mawhub) perlu memenuhi syarat sebagai berikut:
a.    Barang atau harta yang halal.
b.   Sejenis barang atau harta yang mempunyai nilai di sisi syara’.
c.    Barang atau harta itu milik pemberi hibah.
d.   Harta benar-benar wujud pada saat itu tidak boleh barang yang akan ada.
e.    Harta itu tidak boleh bersambung dengan harta pemberi hibah yang tidak boleh dipisahkan seperti pokok-pokok, tanaman dan bangunan-bangunan seperti tanah. Menurut mazhab Maliki Shafi’i, Hanbali, hibah terhadap harta yang berkongsi yang tidak boleh dibagikan adalah sah hukumnya. Berdasarkan ajaran agama Islam barang yang masih bercagar (rumah) boleh dihibahkan jika mendapat keizinan dari penggadai atau peminjam.
4.   Sighah yaitu ijab dan qabul atau perbuatan yang membawa makna pemberian dan penerimaan hibah. Syarat-syaratnya adalah sebagai berikut:
a.    Ada persambungan dan persamaan antara ijab dan qabul.
b.   Tidak dikenakan syarat-syarat tertentu.
c.    Tidak disyaratkan dengan jangka waktu tetentu. Hibah disyaratkan dengan waktu tertentu seperti yang berlaku dalam al-‘umra dan al-ruqubaadalah sah hukumnya tetapi syarat tersebut batal.
Berdasarkan KHI dapat disimpulkan, suatu hibah itu sudah sah dengan adanya ijab dan qabul dengan perkataan atau dengan memberi hartanya tanpa meminta imbalan ('iwad). Menurut mazhab Maliki dan Shafi’i penerimaan (Qabul) itu semestinya menentukan sah atau tidaknya hibah tersebut. Sebaliknya menurut mazhab Hanafi menganggap bahwa ijab saja sudah memadai untuk menentukan sahnya sesuatu hibah tersebut. [2]
5.   Penerimaan barang (Al-Qabd) dalam hibah istilah tersebut yang artinya adalah penerimaan barang bermaksud untuk mendapat, menguasai dan boleh melakukan tasarruf terhadap barang atau harta tersebut. Menurut mazhab Hanbali dan Maliki penerimaan barang tidak disyaratkan dalam suatu hibah, karena dengan akad sudah terpenuhi. Apabila salah satu pihak pemberi hibah atau penerima hibah meninggal sebelum penyerahan barang dan penerimaan barang yang merupakan salah satu syarat hibah maka tersebut batal. [3]
Apakah Hibah Boleh Dilakukan Pembatalan…?
Berdasarkan penjelasan tentang pengertian dan prosedur pemberian hibah diatas dapat dilihat beberapa hal yang dapat menjadikan suatu hibah itu dapat dibatalkan, yaitu jika hibah itu meliputi benda-benda yang akan ada di kemudian hari, jika penghibah memperjanjikan bahwa ia tetap berusaha untuk menjual atau memberikan kepada orang lain suatu benda yang termasuk dalam hibah, jika dibuat dengan syarat bahwa penerima hibah akan melunasi utang-utang atau beban-beban lain dan jika penerima hibah belum dewasa atau belum cakap hukum.
Berdasarkan Pasal 1688 KUHPerdata pada asasnya hibah tidak dapat ditarik kembali maupun dibatalkan, kecuali:
1.   Karena tidak dipenuhi syarat-syarat dengan mana penghibaan telah dilakukan;
2.   Jika si penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu melakukan kejahatan yang bertujuan mengambil jiwa si penghibah atau suatu kejahatan lain terhadap si penghibah;
3.   Jika ia menolak memberikan tunjangan nafkah kepada si penghibah, setelah orang ini jatuh dalam kemiskinan.
Berdasarkan Hukum Islam jumhur ulama berpendapat haram hukumnya menarik kembali hibah yang telah diberikan, kecuali hibah orang tua kepada anknya. Berdasarkan hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yaitu “orang yang menarik kembali haknya adalah seperti seekor anjing yang muntah kemudiania makan muntah itu kembali”. Selain itu ada juga hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yaitu “tidak halal bagi seorang muslim memberi sesuatu pemberian kemudian ia menarik kembali pemberiannya itu, kecuali ayah yang meminta kembali pemberian yang diberikan kepada anaknya”. [4]
Pada Prinsipnya proses pemberian hibah dapat diartikan sebagai umry dan ruquby dimana si penghibah memberikan hartanya dengan syarat, sehingga hukumnya akan batal karena memberikan jangka waktu akan sesuatu yang tidak jelas, namun jika suatu saat terjadi hal seperti ini maka harta menjadi haknya penerima hibah. Apabila penerima hibah meninggal terlebih dahulu maka harta tersebut menjadi hak ahli waris yang menerima pemberian hibah tersebut. Atau sebaliknya jika si pemberi hibah meninggal terlebih dahulu maka tetap harta milik hak ahli waris yang menerima.
Jadi pemberian hibah ini sesungguhnya telah mutlak menjadi milik penerima hibah, namun apabila penerima hibah meninggal dunia maka harta telah menjadi hak ahli warisnya. Salah satu bentuk pembatalan hibah dalam adat jahiliyah sebelum agama Islam ada, karena dulu kebiasaan adat jahiliyah adalah memberikan penjagaan, pemanfaatan hartanya kepada seseorang teman atau saudara dengan seumur hidup dan memakai syarat, siapapun yang meninggal terlebih dahulu maka harta akan kembali kepada pemberi hibah, meskipun saat ini hal tersebut tidak lagi berlaku di dalam ajaran Islam.
Setelah berlakunya KHI, sebetulnya ada beberapa Pasal yang menyangkut hibah itu menguntungkan bagi orang yang membatalkan hibah tersebut antara lain dalam Pasal 212 Hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah orang tua kepada anaknya”, mengenai pasal ini memang masih menjadi polemik di masyarakat sebab sering terjadi perselisihan antara ahli waris dalam persoalan pembatalan hibah orang tua kepada anaknya yang tidak bisa menerima pembatalan seperti yang ada dalam pasal tersebut. Diantara para ahli waris sebetulnya dapat mengajukan pembatalan hibah ke Pengadilan Agama apabila hibah tersebut telah merugikan bagian ahli waris (legitime portie). Hal ini berdasarkan putusan Mahkamah Agung No.990.K/Sip/1974 Tanggal 6 April 1976 karena ahli waris merasa hak mutlaknya (yang harus dimiliki) tidak terpenuhi. Namun, semua ini haruslah benar-benar dapat dibuktikan secara hukum dan sesuai dengan prosedur yang ada di hadapan Pengadilan, pembatalan tidak dapat dilakukan dengan semena-mena terhadap penerima hibah meskipun menurut pemberi hibah atau menurut ahli waris lainnya penerima hibah telah melakukan pelanggaran perjanjian yang dibuat sebelum pemberian hibah ataupun pemberian hibah tersebut telah merugikan hak para ahli waris lainnya, sebab jangan sampai ketika pemberian hibah mudah saja dibatalkan maka akan sangat banyak proses pemberian hibah yang dapat bermasalah saat ini di masyarakat yang dapat diajukan ke Pengadilan untuk dilakukan pembatalan hibah.
Oleh sebab itu proses pemberian hibah haruslah dilakukan secara tertulis dan dilakukan dihadapan notaris agar legalitasnya jelas. Pada prinsipnya pemberian hibah janganlah dilakukan hanya secara lisan. Pemberian secara lisan memang akan sangat mudah dibuktikan ketika penerima hibah, pemberi hibah dan saksi-saksi saat pemberian itu berlangsung sama-sama masih hidup, tetapi jika kemudian ketiga unsur tersebut semuanya telah meninggal dunia, maka proses pemberian hibah akan sulit untuk dibuktikan yang pada akhirnya dapat menimbulkan permasalahan di dalam masyarakat.




[1] Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 14, (Bandung, PT.Al-Ma’arif, 1987), h. 276.
[2] Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 14, h. 276.
[3] Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 14, h. 278.
[4] Ibrahim Hoessein,Problematika Wasiat Menurut Pandangan Islam, (Jakarta, Makalah Yang Belum Dibicarakan Pada Seminar FH UI 15 April 1985), h.10. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar